Sebulan kemudian, Bang Fannan sering mengajakku makan di luar, sambil interview orang-orang yang berjualan makanan di pinggir jalan.
Bila sangat ramai, Bang Fannan menyuruhku untuk melihat cara penjualnya memasak dan meracik bumbu.Â
Dan setelahnya, pasti Bang Fannan memintaku untuk mencatatnya, kemudian mengajakku berdiskusi.Â
Pulangnya, Bang Fannan pasti mengantarku pulang.Â
Karena ternyata kontrakan kami dekat dan jam kerjanya sama, paginya Bang Fannan pasti mengajakku ke pasar terlebih dahulu, untuk belajar mencium masing-masing bahan makanan, sebelum mengantarku ke Wita.Â
Apabila ada bahan makanan yang aku tidak tahu rasanya, ia pasti langsung membelinya, supaya aku mencicipinya langsung secara mentah.
Pelan, tapi pasti, ilmuku bertambah, dan sudah pasti menikmati waktu yang dihabiskan bersama Bang Fannan.
Sangat terpukau dengan gestur tubuhnya saat memasak, terlihat begitu lihai. Terpesona cara dia mengobrol dengan orang-orang yang berjualan makanan di pinggir jalan, sangat humble dan humoris. Hebatnya, semua orang yang dia ajak ngobrol sangat antusias untuk berbagi ilmu.
"Hari ini kita mau coba makanan yang mana, Bang?" tanyaku sambil berjalan disampingnya.
Hari ini kami ke pasar lama, pusatnya kuliner. Disini banyak sekali deretan makanan yang dijual, juga tentu banyak pengunjung yang datang untuk makan, berwisata dan berselfie.
Bang Fannan hanya tersenyum, "hmm... hari ini coba apa lagi ya..?", kemudian tangannya menggandeng tanganku.Â