DOR!
Suara tembakan bertubi-tubi, bahkan suaranya sangat menggema pada dini hari tersebut sukses membangunkan seisi rumah dan beberapa penghuni rumah lain, namun taka da yang berani untuk memeriksanya karena merasa takut. Sedangkan sang Jendral kini sudah terkapar di lantai dan tak berdaya. Eddy yang menyaksikan itu dengan reflek menangis, namun satu kata pun tak keluar dari mulutnya, sedangkan pembantu tadi juga hanya bisa membelalakan matanya tanpa berbuat apa-apa karena todongan senjata.
Kakak-kakak Eddy yang lainnya sudah bangun sejak suara itu menggelegar memenuhi rongga telinga, bahkan Yuni serta Amel berusaha untuk membuka pintu yang ditahan oleh banyaknya orang diluar. Kejadian tersebut sangatlah cepat. Sang Jendral yang berlumuran darah di Tarik begitu saja hingga darahnya membuahkan jejak dilantai. Setelah para Cakrabirawa keluar sembari membawa Ahmad Yani dengan posisi tersebut, para anak-anak yang lain akhirnya bisa keluar dari dalam billik mereka.
Beberapa dari mereka masih sempat melihat sang Ayah yang digusur dengan tegak dan tidak etis. Tangisan sudah pecah sedari tadi, mereka berlari keluar. Namun belum sempat sepenuhnya menysul, seseorang ternyata masih menjaga pintu belakang. Orang tersebut menyodorkan senjatanya.
“Masuk kalian! Atau mau saya tembak?!” Ucapnya membuat nyali anak-anak yang kini sedang terisak keras itu menciut, lalu dengan terpaksa masuk kedalam rumah, sembari menatap nanar pada lantai yang kini berlumuran darah.