Kebahagiaan yang di Renggut
Pada awal tahun 1965 anak tertua Ahmad Yani telah memasuki masa-masa pendidikan di perguruan tinggi. Pada saat itu pula, banyak kejadian-kejadian yang membuat semua orang geleng-geleng kepala serta membuat khawatir. Hal ini tentunya membuat Ahmad Yani lebih gencar untuk melindungi anak tertuanya agar tetap aman. Perlengkapan hingga apapun yang dibutuhkan untuk OSPEK (Orientasi Studi Pengenalan Kampus) selalu para pengawal Ahmad Yani yang membelikan atas titahannya.
Singkat cerita di malam hari, pada tanggal 30 September, para Taruna datang ke kediaman Ahmad Yani. Mbok Mangun selaku pembantu disana menyuguhi para Taruna dengan pisang goreng yang telah dipersiapkan. Di ajaknya para Taruna duduk di halaman belakang untuk berbincang. Lalu sepulang para Taruna, merasa tidak ada kegiatan yang akan dilakukan, Ahmad Yani serta ketujuh anaknya yang ada di dalam rumah, memutuskan untuk tidur. Jika bertanya mengapa hanya ada Ahmad Yani dan ketujuh anaknya, maka jawabannya adalah, pada saat itu, Yayuk tengah pergi ke daerah Taman Siropati sedangkan Rulli sedang mempunyai urusan yang berkaitan dengan pendidikannya. Anak sulung itu baru pulang ketika jam menunjukan pukul sepuluh malam kurang. Dilihatnya rumah sudah sepi, adi-adiknya serta sang Ayah sepertinya sudah tertidur lelap. Maka dengan segera, Rulli mempersiapkan dirinya untuk segera tidur juga, karena merasa tubuhnya kini sudah sangat lelah.
Baru saja hendak merebahkan dirinya ke tempat tidur, suara telepon rumah berbunyi. Takut mengganggu orang-orang yang sudah terlelap, gadis itu segera keluar kamar, mengangkat sambungan telepon tersebut.
“Halo?” Sapa Rulli, gadis itu mengerutkan keningnya karena hanya hening yang ia dapati kini. Lalu di dengarnya suara cekikikan beberapa orang di sebrang sana, membuat Rulli merasa dipermainkan, lantas kembali membuka suara,
“Halo?! Ini siapa ya? Kalau tidak jawab terus akan saya tutup sambungannya!” Bentak Rulli.