Mohon tunggu...
muhammad fahmi
muhammad fahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bermai Bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan Islam di Indonesia oleh Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim

12 Maret 2024   20:42 Diperbarui: 12 Maret 2024   20:48 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Muhammad NUrul Fahmi 222121022

Universitas Islam Negri Raden Mas Said Surakarta 

Book Rview  

Judul Hukum Perkawinan Islam di Indonesia 

Penulis : Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim

Penerbit : Gama Media

Tahun Terbit: 2017

Cetakan: 2017

LATAR BELAKANG

Buku ini di rancang oleh 2 dosen Universitas Islam Indonesia. Buku ini menjelaskan tentang gambaran-gambaran dasar tentang perkawinan Islam dan praktek perkawinan di Indonesia dengan beberapa kasus yang dicontohkan. Di buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia karya Umar Haris Sanjaya dan Ainur Rahim juga di jelaskan pengertian perkawinan secara lengkap beserta dalil dalil nya serta sudut pandang dari 4 madzhab,buku ini juga menjelaskan secara rinci tujuan ,rukun,syarat ,prinsip pernikahan beserta dalil dan hukum UU maupun Kompilasi Hukum Islam(KHI) ,serta  di contohkan kasus kasus yang sering di jumpai atau umum.

Putusnya perkawinan penyebab,alasan macam macam penyebab seperti talak,li'an, fasakh,syiqaq lilak, dzihar akan di di jelaskan pengertian menurut ahli ulama' maupun pengertian menurut KHI serta dalil-dalil penguatnya, tujuan penulis menulis buku ini yaitu untuk memfahamkan pembaca dari apa yang ingin di sampaikan penulis dengan bahasa yang mudah di pahami di dalam buku ini juga sangat runtut sekali materi dri pengertian dalil serta contoh kasus di buku ini juga di bahas tentang Hukum Islam yang Kontenporer yaitu perkawinan beda agama penulis menjelaskan secara rinci dan memaparkan menurut dalil qur'an serta putusan-putusan hakim, selanjutnya yaitu di buku ini juga di jelaskan mengenai dispensasi perkawinan ,karena kasus perkawinan di Indonesia sangat marak sekali  hamil diluar nikah ,disini penulis menjelaskan dan memaparkan UU ,KHI ,serta dalil. Di buku ini pula penulis menjelaskan tentang hukum menikah siri dengan pandangan agama maupun pandangan UU serta kelemahan melakukan pernikahan siri

Di buku ini penulis menjelaskan nasib anak yang terlahir di luar pernikahan, nasab nya,dll.

Kasus poligami di Indonesia sangat banyak di dalam buku ini juga di jelaskan hukum menurut agama dan menurut UU perkawinan dan yang terakhir di bahas di dalam buku ini yaitu pernikahan pernikahan yang jarang tapi ada yaitu nikah mut'ah, nikah yang pernah ada saat zaman rasul namun sekarang sudah di haramkan di karenakan banyak mudharat nya, yang kedua yaitu nikah muhalil yaitu nikah seorang pasangan yang sudah talak 3 sughra

BAB 1 PENGERTIAN PERKAWINAN

Pengertian perkawinan dijelaskan di Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Undang-Undang ini tidak hanya mengatur masalah hubungan perdata saja, tetapi peraturan ini menjadi dasar hukum yang sangat erat kaitannya dengan hak-hak dasar seorang anak manusia, atau lebih kepada perikehidupan

masyarakat sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hak yang melekat pada konstitusi berkaitan pada ketentuan pada pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak dasar untuk membentuk suatu ikatan perkawinan. Rumusan

dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 1yaitu baik sebagaimana fitrah seorang manusia yang hidup bermasyarakat. Wirjono Prodjodikoro menjelaskan bahwa perkawinan merupakan kebutuhan hidup yang ada di masyarakat, maka untuk perkawinan dibutuhkan peraturan yang jelas mengenai syarat, pelaksanaan, kelanjutan dan terhentinya perkawinan. perkawinan pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan "perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakah ibadah"

Ulama syafi'iyah cenderung memaknai nikah adalah bergabung dari sisi akad. Yaitu akad yang dihubungkan dengan kehidupan antara suami dan istri dalam bergaul. Artinya mereka boleh bergaul setelah berlangsungnya akad diantara mereka. Sedangkan,Mahzab hanafi mengartikan dengan makna aslinya yaitu bersetubuh, sedangkan akad adalah hal yang menjadikan hala hubungan kelamin antara pria dan wanita,selanjutnya yaitu Mahzab abu hanifah menjelaskan nikah adalah berkumpul antara akad dan bersetubuh.

Melihat pada Kompilasi Hukum Islam, tujuan perkawinan dirumuskan pada pasal 3 KHI yaitu mempunyai tujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmahTujuan perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 terdapat pada pasal 1 yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Prisip dalam pernikahan di dalam buku ini di jelaskan ada beberapa prinsip yaitu: 

- Prinsip untuk memilih jodoh ,Memilih jodoh adalah bagian dari sunnah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda pada hadist Nabi riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah mengajarkan, "Perempuan dinikah pada umumnya atas pertimbangan empat faktor: Kekayaan, Status Sosial (Pangkatnya), Kecantikannya, dan kekuatan Agamanya; pilihlah perempuan yang kuat agamanya, kamu pasti beruntung." Dari hadist ini sebenarnya sudah dapat diketahui anjuran Nabi

Muhammad SAW bahwa jodoh itu harus dipertimbangkan sebaik-baiknya.

-Prinsip mengawali dengan khitbah (peminangan) Khitbah atau peminangan tidak diatur secara khusus didalam Undang- Undang No. 1 Tahun 1974, tetapi ini diatur pada Kompilasi Hukum Islam

pada bab peminangan dari pasal 11 hingga 13.

-Prinsip menghindari larangan dalam perkawinan Menghindari sesuatu yang dilarang didalam perkawinan adalah prinsip yang mutlak. Adapun larangan yang timbul didalam perkawinan adalah tidak semua pria dapat mengawini seluruh wanita yang disukainya, ada sebab tertentu dimana perkawinan itu dilarang. Ada perempuan yang untuk selama-lamanya tidak boleh dikawini, seperti: ibu, saudara kandung, dan mertua. Ada yang dilarang untuk sementara, seperti: saudara ipar, perempuan yang sedang dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki lain, dan wanita yang sedang menjalankan iddah. hal ini mutlak dilarang walaupun secara syarat dan rukun sudah dipenuhi,

karena bisa saja perkawinan itu belum tentu sah.

-Memenuhi syarat pernikahan Pada peraturan perundang-undangan syarat sahnya perkawinan ada

pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 2 yang berbunyi "perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Bila merujuk pada Kompilasi Hukum Islam pada pasal 4, maka syarat sahnya perkawinan itu bila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Artinya secara peraturan perundang-undangan yang dimaksud syarat tertentu meliputi syarat-syarat yang dari agama dan kepercayaannya. Kemudian itu semua dicatatkan pada lembaga/instansi yang berwenanga sesuai peraturan perundangundangan.

- selanjutnya yaitu Ada saki, Ada mahar, melakukan pergaulan yang baik,dll.

  • Hukum kawin, Hukum melakukan perkawinan asalnya adalah mubah, mubah artinya sesuatu yang diperbolehkan yaitu sepanjang syar'I tidak melarang maka diperbolehkan ataupun sebaliknya. Tetapi sifat hukum mubah ini dapat berubah kembali kepada pelakunya sendiri, dapat menjadi sunah, wajib, makruh bahkan haram.
  • Sumber hukum perkawinan Islam, Sudah sangat jelas bahwa sumber hukum perkawinan islam yang                       

paling utama adalah Al-Qur'an. Hal ini merujuk dari berbagai ayat yang ada di dalam Al-Qur'an 

menyerukan tentang perkawinan, pengertian, tujuan, alasan, manfaat, dan sebagainya.

  • Metode Ijtihad, ijma, dan qiyas oleh mujtahid

Ini adalah metode dengan menggunakan pemahaman pada fuqaha/ahli ilmu fiqih perkawinan dalam menjelaskan beberapa persoalan perkawinan. Walaupun kita ketahui bahwa Al Qur'an dan sunnah telah menjelaskan hukum perkawinan secara terperinci. Sumber hukum dari perkawinan islam adalah mengacu pada isi surat di dalam Al-Qur'an yakni Surat An-Nisa ayat 59 dan hadist riwayatMuadz bin Jabal. Al-Qur'an Surat An-Nisa intinya adalah perintah kepada orang-orang yang beriman untuk taat kepada Allah, Rasulullah, dan Ulil Amri (Pemerintah) yang berkuasa. Sedangkan dalam hadist Muadz Bin Jabal adalah hadits berisi dialog antara Nabi Muhammad SAW dengan Muadz Bin Jabal yang hendak diutus menjadi hakim di Yaman. Metode pemahaman ini digunakan dalam memahami sumber pokok sebagai acuan perumusan fiqih munakahat. Metode yang dipakai antara lain ijtihad, ijma, dan qiyas yang dilakukan oleh mujtahid. Tentunya itu harus berdasarkan kesepakatan oleh para ulama. Secara prinsip dari ketiga metode tersebut disebut sebagai sumber fiqih. Ada beberapa metode yang digunakan oleh sebagian mujtahid dalam menentukan hukum perkawinan yakni

BAB II Pelaksanaan perkawinan

Memahami Rukun dan syarat perkawinan maka semua ini ada hubungan nya dengan prinsip perkawinan yang ada pada Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Mengingat umat Islam di Indonesia dalam konteks perkawinan tetap harus tunduk pada hukum Undang-undang yang berlaku, walaupun secara khusus fiqih munakahat juga membahas persoalan itu. Artinya walaupun tulisan ini mengkaji hukum perkawinan islam di Indonesia tetapi yang berlaku tetaplah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Oleh karena itu rujukan penulisan ini tetap mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dalam menjabarkan rukun dan syarat. Sekiranya ada beberapa hal tertentu yang terkait dengan rukun dan syarat pada fiqih munakahat itu dapat dikatakan sebagai tambahan atau perbandingan dalam hal mengkaji rukun dan syarat perkawinan. Ada beberapa syarat perkawinan di dalam buku ini yaitu sayarat kedua mempelai,syarat saksi, syarat wali, mahar, syarat akad,pencegahan perkawinan,hak dan kewajiban suami terhadap istri,hak kewajiban istri terhadap suami, pencatatan perkawinan

Pencatatan perkawinan Pencatatan perkawinan diatur jelas pada pasal 2 ayat (2) dimana ketentuan tersebut menjelaskan sebagai syarat sahnya perkawinan. Tujuan pencatatan nikah secara umum adalah untuk ketertiban dan mencatatkan perbuatan hukum perkawinan yang dilakukan masyarakat di Indonesia. Konsekuensi dari itu, maka Negara mengakui perkawinan itu, dan Negara dapat berperan bila salah satu pihak kedepan ada yang dirugikan. Secara khusus pencatatan nikah dilakukan harus dilakukan dihadapan petugas pencatat nikah melalui lembaga yang berwenang. Sebagaimana diatur pada KHI pasal 6 ayat (2) yang bunyinya : perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Pencatatan perkawinan pada prinsipnya tidak saja mencatatkan waktu perkawinannya saja, melainkan semua pencatatan yang ada hubungannya dengan perkawinan. Misalnya seperti pencatatan cerai, rujuk, taklik talak, dan ikrar talak, Terhadap pencatatan itu semua, maka harus ada lembaga yang berwenang untuk melakukan pencatatan. Menurut gambaran KHI Di Indonesia ada 2 lembaga yang diberikan kewenangan untuk menikahkan warga Negara yang beragama islam yaitu, di KUA(kantor urusan agama) Dan yang non islam di KCS(Kantor Catatan Sipil).

Perjanjian perkawinan adalah salah satu hal yang penting didalam sebuah perkawinan. Tetapi hal ini jarang dikaji oleh para ulama klasik, bahkan tidak ditemukan secara khusus bab yang membahas tentang perjanjian perkawinan. Pandangan masyarakat terhadap keberadaan perjanjian perkawinan masih menganggap bahwa itu adalah perbuatan tidak baik (etis) dan tidak perlu untuk

dilakukan. Anggapan itu tidak salah sama sekali, mengingat masyarakat ada yang berpikir bahwa apa yang perlu diperjanjikan bagi mereka yang sudah kawin. Ketika mereka sudah kawin, maka segala sesuatu apa yang mereka mililki menjadi satu kesatuan. Terhadap alasan itu yang menjadikan suami istri tidak perlu untuk mengadakan perjanjian kawin.

Walimah adalah sebuah pesta dengan mengumpulkan saudara, teman, kerabat dengan niatan untuk bisa memberikan doa restu ataupun ucapan kesyukuran kepada seseorang. Pelaksanaan walimah biasanya dilakukan setelah dilakukan akad perkawinan, tetapi itu kembali dari keinginan

mempelai masing-masing. Ulama klasik berpendapat sebaiknya walimatul urs dilakukan setelah akad dilangsungkan saat itu juga.

Pelaksanaan jamuan walimatul ursy ini tidak ada pengaturannya didalam Peraturan perundang-undangan, tetapi ini didasari dari sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Hadist ini menceritakan bahwa Rasulullah pun memerintahkan untuk diadakan walimah walau dengan 1 ekor kambing sebagaimana hadist itu berbunyi "dari anas bin malik, bahwa

Rasulullah SAW telah melihat bekas kekuning-kuningan pada Abdurrahman bin Auf, Rasulullah SAW bertanya , apa ini ? Abdurrahman menjawab : sesungguhnya saya telah menikah dengan seorang perempuan dengan maskawin seberat satu biji emas. Kemudian Rasulullah bersabda : semoga

Allah memberkatimu, adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing (H.R Bukhori dan Muslim)"

BAB III Putusnya Perkawinan

           

Sebab putusnya perkawinan yang ada di dalam buku ini yaitu ,karena salah satu nya ada yang meninggal hal tersebut sudah jelas dan tidak perlu di perdebatkan, Sebab putusnya perkawinan yang kedua (2) adalah perceraian. Perceraian dijelaskan dengan kata pisah, putus hubungan, atau talak. Ungkapan talak secara tersurat ada pada ayat suci Al-Qur'an, hal itu dinyatakan pada surat Al-Baqarah dan Surat An-Nisa. Seperti misalnya Surat Al-Baqarah ayat 229 yang mengatakan "maka menahanlah dengan baik atau melepaskan dengan baik" dan ayat 231 yang mengatakan "tahanlah mereka dengan baik atau pisahlah dengan baik". Pada surat An-Nisa digambarkan pada ayat 130 yang artinya "dan jika mereka berpisah Allah mengkayakan mereka dari keluasan-Nya". Alasan-alasan perceraian yang sama juga diatur pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu pada pasal 116. Pada ketentuan ini ada beberapa ayat penambahan yaitu suami melanggar taklik talak dan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan rumah tangga sebagai alasan perceraian

Talak di bagi mjd 2 yaitu ba'in dan raj'i,raj'i yaitu talak kesatu atau kedua, maka suami boleh merujuk isri kpn saja,selanjutnya yaitu talak ba'in,di bagi mjd 2 yaitu sugra dan kubra Talak ba'in sughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah. Talak ini telah habis masa iddahnya, apabila ingin rujuk lagi maka harus memulai dengan akad nikah dan mahar yang baru. Maksud dari talak ini adalah talak yang, Terjadi sebelum dukhul; Dengan tebusan atau khuluk;,Dijatuhkan melalui putusan pengadilan. Talak ba'in kubra Ini adalah talak 3, yaitu talak yang tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahi kembali. Bila bersikeras ingin menikahi lagi bekas istrinya maka bekas istri tersebut harus menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian setelah dukhul (secara wajar) begitu pula telah habis masa

iddahnya baru dapat dinikahi kembali oleh bekas suaminya.

           

Li'an adalah Perbuatan yang dapat memutus perkawinan selain talak yang tatacaranya

diatur didalam Kompilasi Hukum Islam adalah li'an. Li'an diatur pada Kompilasi Hukum Islam mulai dari pasal 125 hingga 128 yang berbunyi li'an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-lamanya. Berdasarkan pasal 126 KHI, Li'an terjadi karena suami menuduh istri berbuat

zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau anak yang sudah lahir dari istrinya, sedangkan istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut. Inti dari tuduhan li'an adalah baik suami (penuduh) dan istri (yang dituduh) mereka semua sama-sama bersumpah terhadap apa yang dituduhkan sebanyak lima kali. Empat kali adalah sumpah bahwa sang suami menuduh, ataupun

sebaliknya istri bersumpah empat kali untuk mengingkari tuduhan dengan dibarengi sumpah yang kelima yaitu sama-sama siap menerima laknat atau murka dari Allah apabila tuduhan itu salah atau tidak terbukti.

Penyebutan fasakh sebagai penyebab putusnya perkawinan didapat pada Kompilasi Hukum Islam pasal 155 pada bab pembahasan tentang masa iddah. Ketentuan itu mengatakan bawah fasakh digambarkan sebagai perbuatan cerai yang mengakibatkan masa iddahasakh itu disama-artikan dengan pengertian batalnya perkawinan sebagaimana diatur pada pasal 70 dan 71 Kompilasi Hukum Islam. Mengingat pemaknaan dari fasakh itu sendiri adalah batal atau rusak (pembatalan perkawinan) Fasakh diambil dari kata fa-sa-kho yang berarti adalah batal atau rusak. Ada beberapa ulama memberikan definisi tentang fasakh seperti batalnya sebuah akad perkawinan dan hilangnya keadaan yang menguatkan kepadanya. Fasakh sendiri ada yang mengatakan sebagai perbuatan yang melepaskan ikatan antara suami dan istri.

Syiqaq adalah kelanjutan dari nusyuz, yaitu tahapan dimana nusyuz yang sudah dilakukan istri kepada suami. Syiqaq merupakan perceraian yang diawali dengan proses percekcokan antara suami dan istri terus menerus. Percekcokan ini dapat terjadi karena didasari atas sebab yang berkaitan dengan karakter, watak, ataupun sifat yang dari itu semua menimbulkan ketidakcocokan dan berakhir pada sebuah pertengkaran. Pada pelaksanaan syiqaq ini terjadi percekcokan antara suami dan istri dengan melibatkan adanya hakim dari masing-masing pihak. Hakam disini merupakan keterwakilan masing-masing alasan dari suami atau istri untuk dapat menjelaskan alasan-alasannya terkait percekcokan. Hakam mempunyai fungsi sebagai juru damai, ia menilai situasi dan memperdalam apa alasan yang menimbulkan percekcokan. Hakam diperbolehkan untuk memberikan rekomendasi penilaian terhadap upaya untuk mendamaikan kedua belah pihak.

Illa' adalah salah satu alasan dapat putusnya perkawinan karena perceraian. Pembahasan illa' tidak diatur secara khusus didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, mengingat illa' ini pada prakteknya sudah satu kesatuan dengan perceraian yang lainnya. Illa' diartikan dengan upaya

bersumpah dari suami untuk tidak lagi mencampuri istri. Mencampuri disini artinya berkumpul dan menggauli istri sebagaimana kewajiban antara suami dan istri pada umumnya. Artinya adalah illa' ini adalah sumpah dan ketetapan suami untuk tidak mencampuri istrinya dalam jangka waktu tertentu, bila jangka waktu itu telah dilalui maka ia harus memilih apakah akan menceraikan atau kembali kepada istrinya. Apabila ia memilih kembali kepada istrinya, maka ia harus membatalkan

sumpah dan membayar denda (kaffarat).

Zhihar ini bukanlah merupakan perbuatan talak atau cerai sebagaimana putusnya perceraian yang sudah dijelaskan sebelumnya diatas. Zhihar ini lebih kepada sebuah ungkapan. Ungkapan ini sengaja diucapkan oleh suami dengan niatan untuk mengharamkan istrinya dari diri sang suami. Ungkapan yang dimaksud didalam zhihar adalah "bagiku kamu seperti punggung ibuku". Zhihar

sendiri diartikan dengan punggung dalam arti bahasanya. Apakah ini bagian dari percereraian? pada praktek hukum perkawinan di Indonesia, zhihar tidak dapat memutus suatu hubungan perkawinan.

Zhihar sendiri dinggap sebagai talak pada zaman Rasulullah SAW, artinya praktek zhihar ini dianggap sebagai upaya untuk memutus sebuah hubungan perkawinan. zhihar ini adalah zhihar merupakan sebuah ucapan yang memiliki konsekuensi berat dimata Agama. Begitu berat konsekuensi dari zhihar membuat hal ini dapat menyebabkan talak dimata Allah SWT. Untuk bisa lepas dari zhihar ini, ucapan itu harus ditarik kembali dan dibarengi membayar kafarat (denda). Kafarat ini wajib dibayarkan

oleh suami yang telah menzhihar istrinya agar ia dapat kembali mensetubuhi istrinya. Disamping itu ada yang menganggap kafarat ini sebagai hutang yang harus di bayar suami.

Rujuk adalah suatu perbuatan yang tidak dapat lepas dari masa iddah. Rujuk diartikan dengan kembali bersatunya hubungan perkawinan yang telah bercerai dimana itu terjadi masih dalam masa tempo iddah. Ini jelas diatur pada Kompilasi Hukum Islam pasal 163 . rujuk berlaku bagi perceraian yang disebabkan karena alasan-alasan cerai pada umumnya, hanya rujuk tidak berlaku untuk alasan li'an dan khuluk. Untuk rujuk ini tidak dapat dilakukan salah satu pihak, melainkan membutuhkan persetujuan kedua belah pihak baik suami atau istri untuk ditanya kesediaannya rujuk kembali. Rujuk yang hanya dilakukan oleh salah satu pihak saja tanpa sepengetahuan pihak yang lain, maka ini dianggap tidak sah. Hal yang menjadikan perbedaan antara syariah islam dan hukum perkawinan Islam di Indonesia adalah didalam syariah islam itu tidak dikenal upaya hukum selanjutnya. Ketika talak, rujuk, dan perceraian itu telah diputuskan maka itu sudah menjadi sebuah keputusan. Dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia putusan sebuah hakim dipengadilan masih dapat dilakukan upaya hukum selanjutnya seperti misalnya banding dan kasasi terhadap perceraian.

Anak Bagian dari Tujuan Perkawinan Dalam Membentuk Keluarga Hak asuh anak adalah hak yang timbul akibat permohonan perceraian antara suami dan istri berdasarkan putusan pengadilan. Hak asuh ini bisa terjadi jika antara pasangan suami isteri yang bercerai itu memiliki anak baik anak

kandung ataupun anak yang diangkat didalam perkawinan. Hak asuh terhadap anak bisa dilaksanakan bila usia anak masih memerlukan pemeliharaan (belum mumayyiz) atau masih dibawah umur. Dasar untuk dapat melakukan permohonan hak asuh terhadap anak adalah pasangan yang bercerai ini sebelumnya terikat dalam suatu ikatan perkawinan yang sah dan dicatatkan pada negara

           

Mengasuh anak adalah kewajiban bagi orang tua. Mengasuh diwajibkan dengan tujuan untuk dapat memelihara, mendidik, membesarkan, dan mensejahterakan anak hingga sang anak dapat tumbuh dewasa. Kewajiban ini jelas diatur pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Disebutkan bahwa orang tua itu wajib untuk memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaikbaiknya. Pemeliharaan anak dilakukan sampai anak dapat menjadi mandiri atau telah menikah. Pemeliharaan anak tetap berlaku terus, meskipun kedua orang tua anak telah bercerai. Hal ini sebagaimana dijelaskan didalam Undang-Undang bahwa kewajiban orang tua adalah untuk memelihara dan mendidik anak dengan maksud untuk menjaga kepentingan anak terhadap kasih sayang orang tua.

BAB IV KAJIAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM KONTEMPORER

Perkawinan beda agama menjadi topik yang sangat apik sekali karena sangat banyak perbedaan pendapat Kembali pada konteks hukum perkawinan di Indonesia, peraturan perundang-undangan sendiri tampaknya menutup terhadap pelaksanaan perkawinan beda agama. Ini jelas dinyatakan pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1) yang berbunyi perkawinan dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya, serta dilanjutkan pada ayat (2) bahwa itu dicatatkan sesuai peraturan perundang-undangan supaya sah. Oleh karena itu jelas apabila hukum di Indonesia tidak membukan praktik perkawinan beda agama. Walaupun praktik perkawinan beda agama tidak diatur pada undangundang No. 1 tahun 1974, tetapi bukan berarti praktik perkawinan beda agama tidak terjadi sama sekali. Justru faktanya tidak sedikit orang warga negara Indonesia yang melakukan perkawinan beda agama. Tentu hal ini didasari atas alasan dan latar belakang masing-masing pasangan. Sebagai contoh penulis akan mengambil beberapa contoh artis yang sudah dikenal dimasyarakat tentang perkawinan beda agama. Mereka itu adalah artis yang cukup dikenal seperti Jamal mirdad dan Lydia Kandau, Katon Bagaskara dan Ira Wibowo

Sejarah tentang pelaksanaan perkawinan beda agama pernah terjadi masa antiklimaks pada tahun 1986, dimana pengadilan negeri Jakarta Pusat mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan tentang pengabulan perkawinan beda agama. Putusan ini akhirnya menjadi referensi bagi kalangan akademisi untuk menjelaskan tentang perkawinan beda agama dari perspektif hukum. Bagi hakim

pun, putusan ini dapat pula dijadikan yurisprudensi didalam membuat putusan. Putusan Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/1986 inilah yang menjadi dalam kajian akademik tentang perkawinan beda agama. Perkawinan antara seorang kristen protestan yaitu Andrianus Petrus Hendrik dan Andi vonny gani seorang muslim yang semuanya berdomisili di Jakarta. Pada kasus ini Mahkamah Agung memberikan putusan bahwa mereka antara Andrianus petrus dan Andi Vonny diperbolehkan untuk melakukan perkawinan dengan dasar putusan memerintahkan Kantor catatan sipil Provinsi DKI

untuk melangsungkan perkawinan bagi mereka. Sebelum itu, mereka telah mengajukan pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil terhadap pencatatan perkawinan mereka. Namun usaha untuk melakukan pencatatan itu ditolak semua oleh Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil.

Nikah siri saat ini adalah perkawinan yang dilakukan tanpa adanya sebuah pencatatan pada instansi lembaga yang berwenang seperti Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat (2) Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Nikah siri dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah secara agama dan kepercayaan saja. Hal ini

tentu bukan karena suatu alasan, ada beberapa alasan yang ditemukan ketika melihat masyarakat tidak mencatatkan perkawinannya seperti :

1. Takut diketahui orang lain (melanggar larangan);.

2. Tidak mengetahui harus dicatatkan;

3. Atau karena faktor biaya.

Artinya nikah siri ini telah menjadi perubahan makna atau telah terjadi degradasi makna dari makna nikah siri yang sesungguhnya menjadi nikah siri dengan artian perkawinan yang tidak dicatatkan. Padahal makna nikah siri yang sesungguhnya adalah merahasiakan sebuah perkawinan (sengaja tidak mengumumkan) karena suatu sebab yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.

Nikah siri diambil dari bahasa Arab yaitu dari "sirrun" yang artinya diamdiam atau dirahasiakan. Sewajarnya apabila orang hendak melangsungkan perkawinan biasanya itu diumumkan atau dilakukan dengan terang-terangan. Berbeda dengan orang pada umumnya, mempelai yang melakukan nikah siri memang tidak ingin orang lain tau, atau mungkin hanya diketahui oleh kalangan

keluarga saja. Makna nikah siri saat ini lebih diidentikan kepada sebuah perkawinan yang dilakukan tanpa melibatkan pejabat yang berwenang (kehadiran negara). Terhadap praktek semacam ini dikenal dimasyarakat dengan sebutan perkawinan dibawah tangan. Artinya perkawinan yang dilakukan tersebut tidak dicatatkan, tidak diketahui negara, dan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum

dimata hukum Indonesia.

            1. Nikah siri dalam perspektif Islam

Sesungguhnya tidak ada istilah nikah siri dalam perspektif Islam, karena semua perbuatan perkawinan yang telah memenuhi rukan dan syaratnya dimata Islam itu adalah sah. Yang menimbulkan kata dalam nikah siri dalam perspektif islam lebih kepada untuk membandingkan dengan kata nikah siri

dalam persepktif undang-undang. Nikah didalam agama islam itu hanya memperhatikan rukun dan syarat :

a. Adanya calon mempelai pria dan wanita;

b. Adanya wali dari mempelai wanita;

c. Ada dua orang saksi dari masing-masing pihak;

d. Adanya ijab dan qobul.

Sepanjang rukun dan syarat diatas terpenuhi, maka pernikahan itu sudah sah berdasarkan agama islam. Oleh karena itu kalau ada nikah siri yang tidak memenuhi rukun dan syarat diatas, maka itu tidak dapat dikatakan telah terjadi pernikahan yang sah.

Pada perspektif islam nikah siri diartikan sebagai nikah yang dirahasiakan. Hal ini dapat saja terjadi karena ada beberapa pertimbangan-pertimbangan yang tidka mau diketahui oleh orang lain. Tentunya perbuatan ini memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya. Ada yang mengartikan bahwa nikah siri terjadi bila pernikahan itu tanpa adanya wali. Artinya pernikahan

yang dilangsungkan itu secara sembunyi-sembunyi (rahasia) karena tidak diketahui oleh wali si perempuan. Karena bila diketahui oleh wali maka bisa saja tidak disetujui oleh wali. Nikah semacam ini jelas tidak sah dari sisi rukun dan syaratnya, praktek semacam ini hanya mengedepankan nafsu

syahwat semata hingga tidak mengindahkan syariat islam.

           

2. Nikah siri dalam perspektif Undang-Undang

Dari perspektif undang-undang yang dimaksud dengan nikah siri adalah nikah dibawah tangan. Yaitu nikah yang dilakukan tanpa mengindahkan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) dimana tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 2 ayat (2) ini mempunyai arti bahwa orang yang hendak menikah hendaknya memberitahukan kepada negara. Seperti detail pemberitahuannya dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pasal 3 :

1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan dilangsungkan;

2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan;

3. Pengecualian dalam jangka tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting diberikan oleh camat (atas nama) bupati kepala daerah. Dari ketentuan pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dapat diketahui bahwa negara melarang suatu perkawinan yang tanpa adanya pelibatan

negara yang berwenang. Oleh karena itu perkawinan dibawah tangan tidak mempunyai akibat hukum, akibatnya salah satu pihak yang dirugikan baik suami atau istri dikemudian hari tidak bisa mendapatkan perlindungan hukum Sebuah perkawinan yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dari negara, maka salah satu atau ada pihak yang nanti kedepannya berpotensi menjadi korban. Dalam konteks nikah siri, secara yuridis formal yang sering menjadil korban adalah pihak perempuan dan anaknya

            Jika pernikahan secara siri atau tidak tercatat di keperintahan maka sangat pengaruh terhadap hak, jika semisal istri di KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) oleh suami nya maka hak istri untuk melapor KDRT tersebut terhalang di karenakan jika melaporkan seperti itu di butuhkan bukti fisik contohnya,buku nikah, dan banyak sekali kekurangan melakukan pernikahan siri, menjadi bahan omongan bagi tetangga atau orang sekitar yang tidak tahu bahwa sepasang tersebut sudah menikah,sangat banyak sekali halangan menikah siri di Indonesia.

            Status anak yang berada dalam posisi anak Luar kawin yang dimaksud didalam hukum islam dan luar kawin yang dimaksud didalam Undang-Undang ada sedikit perbedaan penafsiran. Anak luar kawin yang dimaksud didalam buku ini adalah anak diluar ikatan perkawinan yang sah sebagaimana diatur pada pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang normanya berbunyi : anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah. Artinya anak luar kawin adalah penjelasan untuk anak yang tidak sah. Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Kompilasi Hukum Islam mengatakan anak yang sah adalah :

a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, dan

b. hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh istri

tersebut

           

Pasal 100 KHI menjelaskan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dari beberapa ketentuan undang-undang diatas dan Kompilasi Hukum Islam dapat diketahui maksud tentang anak sah dan anak tidak sah, dan hubungan nasab yang terjadi antara anak sah dan anak tidak sah. Pada putusan MK No. 46/PUU-VII/2010 tertanggal 17 Februari tahun 2012 menguraikan bagaimana tentang status anak diluar perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Pada putusan tersebut salah satu amar putusannya adalah : pasal 43 ayat (1) undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan "anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya", artinya tidak memiliki kekuatan mengikat dengan laki-laki yang mempunyai hubungan darah dengan anak itu walaupun itu dapat dibuktikan. Maka terhadap pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di dalam putusan MK No. 46/PUU-VII/2010 harus dibaca "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga

ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. mempunyai hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

            Poligami adalah perbuatan seorang laki-laki dengan mengumpulkan untuk menjadi tanggungannya dua sampai empat istri. Khoiruddin Nasution memaparkan bahwa poligami itu tidak dilarang, tetapi hanya dibatasi oleh Al-Qur'an. Didalam Al-qur'an pun tidak menyuruh poligami melainkan hanya membolehkan. Namun suatu kebolehan dari Alqur'an ini juga tidak tanpa syarat, disitu ada syarat kemampuan untuk berbuat adil. Syarat itu pula tercantum didalam Al-Qur'an yaitu pada surat An-Nisa ayat 129

            Menurut agama islam ber poligami di perbolehkan tetapi ada batas nya yaitu 4, lalu menurut UU di Indonesia melakukan poligami di perbolehkan laki laki asal mempunyai dan menyanggupi persyartan dan di setujui yang bersangkutan dan di setujui oleh Pengadilan atau hakim.,yaitu jika istri tidak bisa memberi keturunan, istri tidak bisa memenuhi kewajiban nya sebagai istri, istri mendapati cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan, setelah berpoligami maka suami wajib untu ber perilaku adil terhadap istri-istri nya, suami wajib memberi nafkah lahiriyah dan batiniyah terhadap semua istri nya dan anak anak nya.

            Pembahasan mengenai dispensasi nikah ini diberikan karena melihat fenomena maraknya pasangan pengantin di usia dini. Permohonan dispensasi nikah ini sedikit yang ditolak oleh Hakim pengadilan Agama, mengingat beberapa kasus didalam permohonan dispensasi perkawinan ini fakta menuntut untuk diberikan. Maksud dari fakta yang menuntut itu adalah banyak permohonan yang diajukan dengan fakta bahwa pasangan usia dini tersebut sudah melakukan hubungan seksual sebelum nikah. Bahkan sebagian besar permohonan dispensasi nikah itu karena pasangan usia dini itu nikah karena hamil duluan. Dari kejadian diatas, keluarga pihak wanita lah yang menuntut untuk dinikahkan dengan melakukan permohonan dispensasi nikah Dispensasi nikah adalah perkawinan dibawah umur, artinya perkawinan ini terjadi pada pasangan atau salah satu calon pasangannya mempunyai usia

dibawah standar ketentuan batas usia nikah(19 tahun) . Perkawinan dibawah umur tidak dapat dilakukan tanpa adanya izin nikah atau dispensasi nikah dari Pengadilan Agama. Untuk bisa mengajukan dispensasi nikah juga harus mendapatkan izin dari kedua orang tua pemohon. Artinya dengan adanya dispensasi nikah ini nantinya mempelai mendapatkan keringan untuk dapat menikah.

            Nikah mut'ah adalah nikah yang secara hukum dikatakan sebagai nikah fasakh, artinya nikah itu sejak awal telah cacat secara hukum. Nikah mut'ah ini jelas hukumnya fasakh sesuai dengan konsep perkawinan. menjadi fasakh karena nikah ini dilakukan dengan niat nikah sementara. Pada konteks nikah mut'ah ini seorang laki-laki yang menikahi wanita dilakukan dalam tempo waktu

tertentu saja seperti misalnya harian, bulanan, atau sesuai kehendak masa tempo waktu. Pada konteks nikah mut'ah ini, seorang suami yang mengawini wanita hanya bermaksud untuk bersenang-senang untuk sementara waktu saja. Para ulama memberikan pendapat bahwa perkawinan mut'ah ini tidak

sesuai dengan maksud dan tujuan dari Al-qur'an. Mengingat tujuan perkawinan sendiri adalah mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, tidak mungkin tujuan itu tercapai bila tempo perkawinan itu ditentukan singkat. Sejarah dilakukannya nikah mut'ah ini ada ketika Rasulullah memberikan izin kepada sahabat untuk nikah mut'ah pada waktu perang penaklukan Makkah, tetapi itu kemudian diharamkan kembali. Di haramkan karena nikah mut ah di anggap hanya untuk memuaskan nafsu syahwat belaka.

            Nikah muhalil ialah  perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang sebelumnya telah ditalak 3 sesudah masa iddahnya, dan si istri menikah lagi dengan laki-laki lain, kemudian mantan suami si istri tersebut meminta kepada suami baru dari si istri untuk mentalaknya dengan

. maksud agar bekas suaminya yang pertama dapat menikahi mantan istrinya kembali.

Perkawinan semacam ini walaupun tidak terlihat kebenaran substansinya termasuk perkawinan yang fasakh. Karena pada praktek perkawinan muhallil tidak dapat diketahui niatnya, hanya dapat diketahui kebenaran formalitasnya saja. Walaupun hanya untuk melihat kebenaran formal nya saja tanpa melihat tujuan dan nilai dari perkawinan maka ini dianggap sebagai perkawinan yang  tidak disyariatkan.

INSPIRASI

Setelah membaca dan memahami buku ini saya sebagai pembaca merasa bahasa yang di muat terasa enteng dan mudah di pahami penulis juga memaparkan secara lengkap sumber hukum, KHI,UU,maupun Dalil Agama di setiap sub bab pembahasanya di sini pembaca juga lebih luas pengetahuan nya mengenai perkawinan,poligami,dispensasi nikah,dll yang sudah di kaji penulis, mungkin bahasa yang di gunakan mudah di pahami di karenakan kedua penulis merupakan Dosen Hukum Islam di Universita Islam Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun