Pada perspektif islam nikah siri diartikan sebagai nikah yang dirahasiakan. Hal ini dapat saja terjadi karena ada beberapa pertimbangan-pertimbangan yang tidka mau diketahui oleh orang lain. Tentunya perbuatan ini memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya. Ada yang mengartikan bahwa nikah siri terjadi bila pernikahan itu tanpa adanya wali. Artinya pernikahan
yang dilangsungkan itu secara sembunyi-sembunyi (rahasia) karena tidak diketahui oleh wali si perempuan. Karena bila diketahui oleh wali maka bisa saja tidak disetujui oleh wali. Nikah semacam ini jelas tidak sah dari sisi rukun dan syaratnya, praktek semacam ini hanya mengedepankan nafsu
syahwat semata hingga tidak mengindahkan syariat islam.
     Â
2. Nikah siri dalam perspektif Undang-Undang
Dari perspektif undang-undang yang dimaksud dengan nikah siri adalah nikah dibawah tangan. Yaitu nikah yang dilakukan tanpa mengindahkan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) dimana tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 2 ayat (2) ini mempunyai arti bahwa orang yang hendak menikah hendaknya memberitahukan kepada negara. Seperti detail pemberitahuannya dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pasal 3 :
1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan dilangsungkan;
2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan;
3. Pengecualian dalam jangka tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting diberikan oleh camat (atas nama) bupati kepala daerah. Dari ketentuan pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dapat diketahui bahwa negara melarang suatu perkawinan yang tanpa adanya pelibatan
negara yang berwenang. Oleh karena itu perkawinan dibawah tangan tidak mempunyai akibat hukum, akibatnya salah satu pihak yang dirugikan baik suami atau istri dikemudian hari tidak bisa mendapatkan perlindungan hukum Sebuah perkawinan yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dari negara, maka salah satu atau ada pihak yang nanti kedepannya berpotensi menjadi korban. Dalam konteks nikah siri, secara yuridis formal yang sering menjadil korban adalah pihak perempuan dan anaknya
      Jika pernikahan secara siri atau tidak tercatat di keperintahan maka sangat pengaruh terhadap hak, jika semisal istri di KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) oleh suami nya maka hak istri untuk melapor KDRT tersebut terhalang di karenakan jika melaporkan seperti itu di butuhkan bukti fisik contohnya,buku nikah, dan banyak sekali kekurangan melakukan pernikahan siri, menjadi bahan omongan bagi tetangga atau orang sekitar yang tidak tahu bahwa sepasang tersebut sudah menikah,sangat banyak sekali halangan menikah siri di Indonesia.