Mohon tunggu...
muhammad fahmi
muhammad fahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bermai Bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan Islam di Indonesia oleh Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim

12 Maret 2024   20:42 Diperbarui: 12 Maret 2024   20:48 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Memahami Rukun dan syarat perkawinan maka semua ini ada hubungan nya dengan prinsip perkawinan yang ada pada Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Mengingat umat Islam di Indonesia dalam konteks perkawinan tetap harus tunduk pada hukum Undang-undang yang berlaku, walaupun secara khusus fiqih munakahat juga membahas persoalan itu. Artinya walaupun tulisan ini mengkaji hukum perkawinan islam di Indonesia tetapi yang berlaku tetaplah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Oleh karena itu rujukan penulisan ini tetap mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dalam menjabarkan rukun dan syarat. Sekiranya ada beberapa hal tertentu yang terkait dengan rukun dan syarat pada fiqih munakahat itu dapat dikatakan sebagai tambahan atau perbandingan dalam hal mengkaji rukun dan syarat perkawinan. Ada beberapa syarat perkawinan di dalam buku ini yaitu sayarat kedua mempelai,syarat saksi, syarat wali, mahar, syarat akad,pencegahan perkawinan,hak dan kewajiban suami terhadap istri,hak kewajiban istri terhadap suami, pencatatan perkawinan

Pencatatan perkawinan Pencatatan perkawinan diatur jelas pada pasal 2 ayat (2) dimana ketentuan tersebut menjelaskan sebagai syarat sahnya perkawinan. Tujuan pencatatan nikah secara umum adalah untuk ketertiban dan mencatatkan perbuatan hukum perkawinan yang dilakukan masyarakat di Indonesia. Konsekuensi dari itu, maka Negara mengakui perkawinan itu, dan Negara dapat berperan bila salah satu pihak kedepan ada yang dirugikan. Secara khusus pencatatan nikah dilakukan harus dilakukan dihadapan petugas pencatat nikah melalui lembaga yang berwenang. Sebagaimana diatur pada KHI pasal 6 ayat (2) yang bunyinya : perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Pencatatan perkawinan pada prinsipnya tidak saja mencatatkan waktu perkawinannya saja, melainkan semua pencatatan yang ada hubungannya dengan perkawinan. Misalnya seperti pencatatan cerai, rujuk, taklik talak, dan ikrar talak, Terhadap pencatatan itu semua, maka harus ada lembaga yang berwenang untuk melakukan pencatatan. Menurut gambaran KHI Di Indonesia ada 2 lembaga yang diberikan kewenangan untuk menikahkan warga Negara yang beragama islam yaitu, di KUA(kantor urusan agama) Dan yang non islam di KCS(Kantor Catatan Sipil).

Perjanjian perkawinan adalah salah satu hal yang penting didalam sebuah perkawinan. Tetapi hal ini jarang dikaji oleh para ulama klasik, bahkan tidak ditemukan secara khusus bab yang membahas tentang perjanjian perkawinan. Pandangan masyarakat terhadap keberadaan perjanjian perkawinan masih menganggap bahwa itu adalah perbuatan tidak baik (etis) dan tidak perlu untuk

dilakukan. Anggapan itu tidak salah sama sekali, mengingat masyarakat ada yang berpikir bahwa apa yang perlu diperjanjikan bagi mereka yang sudah kawin. Ketika mereka sudah kawin, maka segala sesuatu apa yang mereka mililki menjadi satu kesatuan. Terhadap alasan itu yang menjadikan suami istri tidak perlu untuk mengadakan perjanjian kawin.

Walimah adalah sebuah pesta dengan mengumpulkan saudara, teman, kerabat dengan niatan untuk bisa memberikan doa restu ataupun ucapan kesyukuran kepada seseorang. Pelaksanaan walimah biasanya dilakukan setelah dilakukan akad perkawinan, tetapi itu kembali dari keinginan

mempelai masing-masing. Ulama klasik berpendapat sebaiknya walimatul urs dilakukan setelah akad dilangsungkan saat itu juga.

Pelaksanaan jamuan walimatul ursy ini tidak ada pengaturannya didalam Peraturan perundang-undangan, tetapi ini didasari dari sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Hadist ini menceritakan bahwa Rasulullah pun memerintahkan untuk diadakan walimah walau dengan 1 ekor kambing sebagaimana hadist itu berbunyi "dari anas bin malik, bahwa

Rasulullah SAW telah melihat bekas kekuning-kuningan pada Abdurrahman bin Auf, Rasulullah SAW bertanya , apa ini ? Abdurrahman menjawab : sesungguhnya saya telah menikah dengan seorang perempuan dengan maskawin seberat satu biji emas. Kemudian Rasulullah bersabda : semoga

Allah memberkatimu, adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing (H.R Bukhori dan Muslim)"

BAB III Putusnya Perkawinan

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun