Seperti biasa, kami duduk di sudut ruangan diujung pintu masuk cafe, tempat inilah yang menurut kami view nya yang paling strategis dari yang lain. Karena dari sini, bangku-bangu lain di setiap sudut cafe terlihat. Ditambah kita bisa lihat siapa-siapa saja yang keluar dan masuk cafe.
Karena kami sudah sering kemari, pelayan sudah tahu mau kemana kami duduk. Bahkan seakan tempat duduk ini hanya disediakan untuk kami bertiga saja.
Sudah sering kami ke cafe ini, dan selalu memilih tempat yang strategis. Namun demikian kami masih trauma masa lalu. Pada suatu ketika ada beberapa orang wanita duduk disamping bangku kami. Salah satu wanita tersebut merupakan tipe anas. Putih, mulus, sexi. Tapi hanya sekedar lirik-lirik. Begitu pula dengan aku dan heru, kami beberapa kali melihat wanita yang menurut kami adalah tipe kami. Tapi, hanya saling pandang. Tak lebih.
Kenapa semangat kami sepertinya tidak ada, kenapa gelora kelakian kami tidak muncul.
Anas penah menganjurkan agar kami pergi ke dukun, tapi tidak terlaksana. Aku dan heru menolaknya keras. Aku masih yakin bahwa pada suatu saat nanti pasti ada wanita yang akan menjadi pacarku yang kemudian aku peristri. Dengan usahaku sendiri. Dengan bibit-bibit cinta yang kami tanam. Bukan karena dukun, dan bukan pemberian dari dukun dengan mantra-mantranya.
Kalau difikir-fikir mudah saja sebenarnya mendapatkan wanita. Tinggal datang saja ke club malam atau ke tempat prostitusi. Tapi tidak. Prinsip kami sekarang adalah berpandangan tentang masa depan dan tak ingin mendapatkan pasangan hidup yang hanya sekedar main-main dan dimainkan. Karena kami ingin memiliki cinta yang sempurna dan bukan cinta yang instan.
***
Waktu semakin berlalu, jarum jam tak henti-hentinya berputar, pagi sudah berganti malam, dan malam tak terasa sudah berubah menjadi pagi kembali.
Sekarang adalah hari minggu, minggu terakhir pada tahun ini. Tak terasa esok akan berganti tahun.
Seperti biasanya, aku selalu berleha-leha terlebih dahulu sebelum mandi pagi. Apalagi ini hari minggu. Waktunya semakin mendekatkan diri pada kasur. Malas gerak, malas bangun. Ah dasar.
Tiba-tiba telepon genggamku berdering, ternyata anas. Ah ada apa dia meneleponku pagi-pagi. Apakah dia tidak tahu hari minggu adalah waktunya untuk bermalas-malasan.