“Enak dong punya mama dan ibu,” kata Helga mencoba melucu agar tak kaku.
“Mungkin. Tapi aku lain.”
“Kenapa?”
“Mamaku kamu tahu sendiri. Tak usah ditanya tentang rasa sayangnya. Tapi mungkin aku sendiri yang salah. Karena aku juga selalu menyimpan harapan tentang ibu yang juga menyayangiku.”
“Terus?”
“Ibuku, Hel. Ibuku ternyata .....” Rida tak sanggup menceritakannya. Tapi langsung menyerahkan buku harian pada Helga.
Sabtu, 3 Juli 2013
Setelah aku berhasil memaksa Mama untuk mengantarkanku kepada Ibu, aku senang sekali. Aku memakai baju yang terbaik yang kumiliki, biar Ibu bangga pada anaknya. Sepanjang perjalanan, aku tak mau melepas senyum. Mungkin itulah senyumku paling lama. Kalau aku daftarkan ke muri aku bisa dapat hadiah karena telah memecahkan senyum terpanjang di dunia. Karena senyumku memang kuulur dari rumah hingga ke sebuah tempat.
Tempat itu tempat Ibuku. Kamu mungkin akan seperti aku juga. Tak mengira tempat Ibuku berada saat ini. Aku berharap, Ibu berada di tempat yang indah. Aku berharap ada seorang Ibu yang sedang menunggu kedatanganku. Tapi aku hanya berjumpa dengan rasa kecewa. Betul-betul kecewa. Aku diajak Mama ke sebuah panti.
Harusnya aku sudah dapat menebak. Jika saja aku tak terlarut dalam bahagia yang tak terkira. Tapi aku terlalu bahagia. Sehingga aku tak sadar kalau aku diajak Mama ke rumah panti tempat perawatan orang gila.