“Kok sekarang pakai tapi sih, Ma?” potong Rida.
Mama ingin membelai rambut Rida. Tapi Rida menghindar. Mama hanya menatap manusia yang sudah sepuluh tahun lebih mengisi hari-harinya. Sejak suaminya meninggal, Mama hanya hidup bersama Rida. Hidup Mama hanya untuk kebahagiaan Rida.
Sekarang mungkin sudah waktunya. Untuk memberitahu orang yang akan menjadi saingannya di hati Rida. Mama terkadang tak rela berbagi. Tapi, tak mungkin. Karena Rida memang punya hak untuk tahu. Tak salah kalau sekarang, Rida memaksa.
Mama ragu pada kesiapan hati Rida sendiri. Kalau belum siap, nanti malah akan retak. Sulit untuk mengobati hati yang terlanjur retak.
“Rida akan tetap sayang Mama, kok,” kata Rida setiap kali mengungkapkan satu keinginannya itu.
“Bukan masalah itu, sayang,” kata Mama selalu dengan hati-hati.
“Terus apa lagi, Ma?”
“Mama takut kalau hati kamu nanti retak.”
“Emangnya kaca, pakai retak segala.”
Kalau sudah begitu, Rida pun akan mengurung dirinya dalam kamar. Sampai Mama menjanjikan waktu lagi. Tapi selalu diulur oleh Mama sendiri.
“Kalau begitu, okelah! Sana kamu ganti baju!” Mama pun memutuskan.