Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

31 Desember 2018   09:25 Diperbarui: 31 Desember 2018   09:41 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis ketiga adalah gadis yang tinggi langsing dan ayu.  Gadis ini terlihat tidak terlalu tangguh.  Tetapi mempunyai kemampuan sihir yang hebat.  

Ya Tuhan! Arya Dahana dikelilingi oleh gadis gadis istimewa seperti ini.  Apakah dia sanggup merebut hatinya?  Hhhhhhh...dia tidak akan menyerah!  

Dia merasa tidak kalah cantik dengan mereka semua.  Dia juga mempunyai ilmu yang tinggi.  Bahkan dia mempunyai kemampuan unik mengendalikan pasukan kelelawar beracun. 

Mendadak terdengar ramai suara derap kaki kuda memasuki padang lembah ini.  Disusul kemudian dengan kelebatan kelebatan bayangan beberapa orang.  Maesa Amuk terlihat berdiri gagah mengawasi pertempuran.  Di sampingnya terlihat Siluman Lembah Muria, Bledug Awu Awu dan Madaharsa. Pasukan Sayap Sima berjumlah puluhan berdiri berjajar di belakang mereka.  Maesa Amuk mengangkat tangannya tinggi tinggi.

"Berhentiiiiiiii...!!"

Sontak suara parau yang menggetarkan seisi lembah itu menghentikan pertempuran.  Dyah Puspita melompat mendekati Arya Dahana yang sudah berdiri bersisian dengan Sima Lodra, Putri Anjani, Ayu Wulan, dan Nyai Genduk Roban.  Tidak jauh Bimala Calya berdiri dengan tegang memperhatikan.

"Aku...Maesa Amuk.  Pemimpin pasukan khusus Sayap Sima pemburu buronan...jelaskan maksud kedatanganmu Raja Iblis tengik!"  suara menggelegar itu tertuju kepada Raja Iblis Nusakambangan yang telah mengelompok dengan anggota Lawa Agung lainnya.

Raja Iblis Nusakambangan tersenyum mengejek.

"Maesa Amuk...kita selalu berseberangan jalan.  Tapi kali ini kami tidak ingin berseteru denganmu maupun Majapahit.  Kami membawa ini...." tangannya melambaikan sebuah gulungan daun lontar yang terlihat mewah.

Maesa Amuk memberi isyarat kepada salah satu anak buahnya untuk mengambil gulungan surat yang dipegang Raja Iblis Nusakambangan.  Yang diperintah maju mengambil surat lalu menyerahkannya kepada Maesa Amuk.  Maesa Amuk membuka gulungan daun lontar itu dan membacanya dengan hati hati.  

Air muka tokoh berangasan itu berubah sedikit.  Dia menyerahkan gulungan surat itu kepada Madaharsa yang memang merupakan pimpinan tertinggi kedua di Sayap Sima. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun