Madaharsa berkata dengan lantang,
"Maesa dan yang lainnya...kita kembali ke Majapahit sekarang. Â Kita hargai pendapat sahabat sahabat kita dari Galuh Pakuan. Â Biarlah pengadilan Galuh Pakuan yang memutuskan apa hukuman bagi seorang pemberontak."
Sambil berkata demikian, Madaharsa menaiki kudanya meninggalkan tempat itu. Â diikuti kemudian oleh pasukan Sayap Sima, Maesa Amuk dan yang lainnya.
Raja Iblis Nusakambangan melihat perkembangan terbaru ini dengan kebingungan. Â Namun tokoh sesat ini kemudian berhitung. Â Mengalahkan mereka semua menjadi sangat sulit sekarang. Â Apalagi ada tiga orang yang sangat tangguh di diri Andika Sinatria, Dyah Puspita dan Arya Dahana. Belum lagi jika si nenek tua Nyai Genduk Roban ikut campur tangan dengan kehebatan sihirnya.Â
Setelah menimbang nimbang cukup lama, Raja Iblis yang cerdik itu memutuskan untuk tidak melanjutkan perseteruan ini. Â Pihaknya kalah kuat sekarang. Â Lagipula si nenek ahli sihir itu sudah menyatakan tidak akan mengganggu Lawa Agung jika mereka juga tidak mengganggu.
"Baiklah pangeran Galuh Pakuan...kami akan sudahi permusuhan ini. Â Tunggulah, kita pasti bertemu di arena peperangan Lawa Agung melawan Galuh Pakuan. Â Di situlah kami akan menghukum kalian yang berani menentang Sang Panglima Yang Agung dan Sang Permaisuri Yang Mulia."
Setelah berkata lantang penuh ancaman, Raja Iblis Nusakambangan melesat cepat meninggalkan tempat. Â Resi Amamba dan Hulubalang Kelabang juga berkelebat lenyap mengikuti sang pimpinan.
Setelah orang orang ganas dan mengerikan itu lenyap dari pandangan mata, Arya Dahana buru buru berlari menuju Putri Anjani yang masih tergeletak di tanah. Â Hampir saja pemuda itu bertabrakan dengan sosok lain yang juga berlari cepat. Â Arya Dahana menahan tubuhnya sambil memegangi lengan Dyah Puspita agar gadis itu tidak kehilangan keseimbangan.Â
Keduanya bertatapan sejenak. Â Mesra dan rindu di balik mata Dyah Puspita. Â Rindu dan salah tingkah di mata Arya Dahana. Â Keheningan yang takzim itu dipecahkan oleh suara bening yang memenuhi udara.
"Arya...ini obat yang kau perlukan untuk menyembuhkan Putri Anjani." Bimala Calya mengangsurkan sebuah bungkusan sambil menatap penuh selidik Dyah Puspita.
Yang ditatap balas menatap tajam. Â Siapa lagi gadis cantik yang dibawa Arya Dahana ini? Â Pemuda ini makin tengil dan menyebalkan saja! Â Sebentar saja berpisah dengannya sudah menggandeng lagi gadis baru.