Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

31 Desember 2018   09:25 Diperbarui: 31 Desember 2018   09:41 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andika Sinatria mengangkat kepalanya.

"Dia akan baik baik saja Arya.  Hanya pemulihannya perlu waktu yang agak panjang.  Aku akan membawanya ke ibukota Galuh Pakuan agar bisa dirawat tabib istana."

Arya Dahana mengangguk senang.  Ditatapnya Putri Anjani yang sudah sadarkan diri.  Gadis manis itu melihatnya dengan tatapan terimakasih.  Tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya.  Andika Sinatria mengambil sesuatu dari balik bajunya.  Ditiupnya benda kecil yang mengeluarkan suara lengkingan tinggi.  Terdengar derap kaki kuda memasuki lembah.  Beberapa orang pengawal istana berbaju biasa berdatangan.  Mereka berbaju biasa dan bukan seragam untuk menghindari kecurigaan Majapahit.

Setelah Putri Anjani dinaikkan kuda dengan Andika Sinatria duduk menjaga di belakangnya agar gadis itu tak terjatuh, rombongan itu berangkat pulang menuju ibukota Galuh Pakuan.

Arya Dahana berusaha membujuk Bimala Calya agar mau tinggal di Alas Roban bersama Ayu Wulan dan neneknya sementara dia dan Dyah Puspita akan memulai perjalanan panjang menuju Gunung Merapi.  Tidak lama lagi, naga raksasa merapi akan terbangun dari tidurnya.

"Mala, aku dan Puspa akan pergi ke puncak Merapi.  Tinggallah di sini selama kami pergi.  Aku tidak bermaksud meninggalkanmu dan aku tidak ingin kamu kembali ke Lawa Agung lagi.  Hanya Puspalah yang bisa menolongku mendapatkan Mustika Naga Api.  Satu satunya obat yang bisa menyembuhkan aku di dunia ini.  Kamu sudah tahu ceritanya bukan?"

Arya Dahana memulai bujukannya.

Bimala Calya menyipitkan matanya.  Mulutnya tersenyum pedih.

"Jadi kau mau pergi dengan gadis ini Arya?  Apa salahnya juga kalau kau mengajakku? Aku juga bisa membantumu...dengan taruhan nyawaku."  Mata gadis ini meredup seperti kehilangan cahaya.  Suaranya bergetar memohon saat berkata kata.

"Kau tahu persis bahwa aku tidak mungkin berpisah denganmu....  Aku akan kehilangan pegangan hidupku....  Aku tidak punya sanak saudara....  Aku tidak tahu harus kemana.  Aku hanya tahu bahwa berjalan denganmu membuatku melupakan kesendirianku.....aku hanya tahu bahwa berjalan denganmu membuatku menjadi orang paling bahagia sedunia....."

Kali ini ada isakan perih dalam kalimatnya yang panjang.  Dua aliran kecil airmata menelusuri pipinya.  Bahkan Dyah Puspita yang dari tadi setengah melotot, ikut berkaca kaca matanya.  Ayu Wulan yang juga menyaksikan agak di kejauhan malah telah meneteskan airmata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun