Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

31 Desember 2018   09:25 Diperbarui: 31 Desember 2018   09:41 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu, Pangeran Bunga masih saja berusaha mendekati Ayu Wulan.  Dengan wajah ramah berlebihan, pemuda ini mengajak berkenalan dan berbincang bincang.  Yang diajak terlihat sama sekali tidak tertarik.  Bahkan sekarang pergi menjauh mendekati Dyah Puspita yang sedang duduk terpekur di pinggiran sungai.  Pangeran Bunga memerah mukanya.  Tadi dia tertarik sekali dengan kecantikan gadis yang tinggi langsing ini.  Tapi malah ditinggal pergi.  

Hmmm... bertambah lagi gadis yang harus ditaklukkan dengan paksa nanti.

Ayu Wulan duduk di sebelah Dyah Puspita.  Dipeluknya tubuh gadis yang juga gurunya ini.  Selama beberapa lama berkumpul bersama, kedua gadis ini memang menjadi sangat dekat.  Bukan seperti hubungan guru dan murid, tapi lebih pada hubungan kakak dan adik.  Dyah Puspita tersenyum merasakan pelukan peduli dari Ayu Wulan.  Cucu Nyai Genduk Roban ini sangat lembut.  Perasaannya sangat halus.  Dipeluknya ganti muridnya ini. Lalu keduanya terdiam memandang air terjun yang sedang terjun dengan diam diam.

Melihat Dyah Puspita ditemani oleh Ayu Wulan.  Arya Dahana mengurungkan niatnya menghampiri.  Pemuda ini membalikkan badan berniat memeriksa keadaan Putri Anjani.  Dan di depannya sudah berdiri Bimala Calya berkacak pinggang dengan mata berkaca kaca.

"Ka..kamu... pemuda hidung belang Arya!..." suara gadis itu mengandung isakan.

Arya Dahana bengong lagi untuk kesekian kalinya.  Pemuda ini tak habis pikir.  Para wanita ini selalu berpikir aneh tentang kebaikan hatinya. Sejak kapan dia menjadi hidung belang?

Pemuda ini menghela nafas panjang.  Bimala Calya tetap di depannya tanpa kata kata.  Hanya matanya yang mengalirkan ribuan kata.  Arya Dahana memegang lembut bahu gadis cantik itu.

"Mala, aku tidak pernah bermaksud menjadi hidung belang.  Karena pastilah terlihat jelek jika belang belang.  Tenangkan hatimu.  Aku hanya ingin memastikan obat yang kita dapatkan dengan susah payah untuk Putri Anjani bekerja dengan baik."

"Tidak lucu!...nanti kita harus bicara Arya.  Kamu tahu, aku pergi dari dunia yang gelap karena kamu.  Kalau sampai kamu mempermainkan aku, aku bukan hanya akan kembali ke duniaku yang gelap...aku akan menjadi kegelapan itu sendiri!" Bimala Calya berucap sambil terisak, lalu pergi menyendiri di depan pondok rumah Ayu Wulan.

Arya Dahana menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.  Pemuda ini menghampiri Andika Sinatria yang masih berjongkok di samping Putri Anjani.

"Bagaimana keadaannya pangeran? Dulu dia terkena totokan Bayu Lesus yang dahsyat.  Hari ini dia terluka parah terkena pukulan Hulubalang Kelabang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun