Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Dingklik Simbok

28 Agustus 2016   15:50 Diperbarui: 28 Agustus 2016   20:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak              : “Hanya orang yang mengaku dirinya bermartabat dan ngaku berpendidikan tinggi menyebut dingklik dengan kata kursi, Bune. Kursi yang jadi rebutan. Kursi yang membuat manusia lupa diri. Kursi yang diperjuangkan sampai mati-matian.  Kursi untuk saling menjatuhkan. Kursi yang menjadi kehormatan. Waladalah…, fungsinya sama lo buat sandaran buntut yang pesing  la kok mlekete.”

Simbok            : “Dingklik hanya milik rakyat kecil seperti kit,a Pakne, rendah di atas mata kaki dan di bawah lutut. Beda dengan kursinya orang-orang di atas sana. Sebuah kursi jati berlapis busa empuk yang mewah bernilai pundi-pundi rupiah.”

“Tapi ntah mengapa Marzuki lupa akan dingklik Simboknya.”

Bapak              : “Marzuki itu sudah tergila-gila sama dingkliknya orang di atas sana, Bune.”

Simbok            : “Dulu semasa kecil Marzuki dengan senang hati membawa dingklik ini mengikuti Simboknya jualan nasi jagung keliling kampung. Kini dingkliknya dilupakannya.”

Bapak masuk kamar tanpa berkata apa-apa. Sambil menyedot rokok pipa tua kesayangannya. Simbok tetap asik mipil jagung sambil nembang lagu rindu untuk anak semata wayangnya itu.  

Dek jaman berjuang

njuukelingan anak lanang

Biyen tak openi neng saiki ono ngendi

Jarene wes menang

Keturutan seng digadang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun