Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Dingklik Simbok

28 Agustus 2016   15:50 Diperbarui: 28 Agustus 2016   20:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kinanti            : (menyodorkan minuman kopi di atas meja Bapak, dan membuka rantang makanan bawaannya diam seribu kata)

 “Makanlah, Bapak. Maaf, Kinanti tadi agak telat datang karena hari ini Kinanti harus menyelesaikan kain tenun yang akan diambil tengkulak pabrik.”

Bapak              : “Duduklah, Kinanti! Kedatanganmu membuat Bapak cukup tenang. Karena kau selalu ada tak pernah pergi meninggalkan tubuh renta ini.”

Marzuki           : (Marzuki kelimpungan, tak tau apa yang harus dia lakukan, semua orang yang ditemui tamPak aneh. Mereka tak menganggapnya ada. Tak lama kemudin ponsel mahal yang dikantongnya bordering)

”Halo sayang… i..iya Abang sekarang di Jogja. Apa kamu ke Jogja? sampai mana? Di bandara?”

Bapak              : “Pulanglah, Marzuki, barangkali orang di luar sana sudah menunggumu.”

Seraya berbinar Kinanti merasa terpukul dengan suara telpon yang diangkat kekasihnya itu. Akankah Marzuki selama ini yang dikenal sudah milik orang lain. Lalu kesetiaan yang dia pertahankan hanya untuk bahan percandaan semata?. Gemuruh hati Kinanti semakin menyeruap. Tak terasa bening air matanya mengalir. Dia segera berlari menuju dapur. Ntah apa yang dicari. Ia tumpahkan air mata yang tak jelas sebabnya. Suara telpon itu rupanyaa mengundang air matanya yang sudah lama tertampung. Justru kerinduan itulah yang menghujamkan belati.

Marzuki           : Marzuki seraya berkata dengan nada keras menghadap pintu kea rah dapur. Dia berharap suara itu terdengar di telinga Kinanti).

 ”Maafkan aku, Kinanti. Bukan maksud Akang lupa akan kesetiaanmu. Akang kira kau sudah melupakan Akang dan kawin dengan lelaki lain!”

Bapak              :”Tutup mulutmu, Marzuki. Kamu tidak tahu apa-apa! Kalau kamu datang hanya untuk menyakiti orang yang selama ini merawat Bapak dan Ibumu mendingan keluarlah. Bawalah semua atribut kursimu yang diam-diam membutakan hati yang sudah membatu itu!”

(dengan nada tinggi Bapak tersedak hingga batuk pun menyerang tiba-tiba. Kinanti dating dari dapur mendekati tubuh tua itu. Mengurutnya penuh kasih)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun