Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Dingklik Simbok

28 Agustus 2016   15:50 Diperbarui: 28 Agustus 2016   20:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sebaiknya aku pergi saja.  Ingat Bang janjimu kita sudah bertunangan dan seminggu lagi kita akan menikah. Dan kau, Kinanti, sebaiknya kau kubur saja cintamu itu. Karena sebentar lagi Bang Zuki akan segera menikahiku!”

(Viona melangkah pergi dengan berkata ketus)

Ruangan itu berubah sunyi senyap. Marzuki tertelungkup memeluk dingklik Simbok. Seakan rindu itu enyatu seperti aliran listrik. Kinanti menatap jendela samping rumah. Dilihatnya sesosok tubuh tua yang sedari tadi asyik memainkan perkututnya di bawah pohon rambutan.

Kinanti            :”Tidakkah kau lihat, Kang, tubuh renta itu sudah saatnya kau jamah dengan kasih? Bukan malah kau campakkan. Seandainya Akang tahu Bapak dan Simbok sangat mengharapkan kabar Akang bukan lembaran uang yang kau hasilkan.”

Marzuki           :”Simbok, maafkan aku. Aku sungguh laki-laki yang tak berguna di matamu. Aku malu, Mbok. Saat ini aku benar-benar ditelanjangi jejakku. Dunia bertepuk tangan merayakan kekalahanku.”

Kinanti            :”Sudahlah, Kang. Simbok sudah tenang di alam sana, tak perlu lagi kau sesali yang sudah terjadi. Manusia hanya menjalankan setiap episodenya. Hanya saja kita mampu menerima atau malah menghujat sang waktu. Takdir tak pernah bersalah kadang manusialah yang sering salah langkah.”

Marzuki           :”Kinanti, aku sangat menyesal. Aku selama ini tuli. Kau sangat mulia, Sayang. Mutiara-mutiara yang sebenarnya sudah kudapatkan tak pernah kuhiraukan. Aku malah mencari imitasi yang kukira emas berlian.”

Apakah kau mau memaafkan aku, Sayang? Dan masih adakah ruang hatimu untuk Akang?”

Kinanti            :”Tak sepantasnya kau panggil aku dengan sebutan itu, Kang. Sebaiknya kau tepati janjimu pada gadis kota itu. Jangan kau hiraukan aku. Dia lebih membutuhkanmu. Maaf Kang, aku harus menemui Bapak, barang kali Bapak ingin minum kopi.”

Marzuki           :”Tunggu, Kinanti! Jangan tinggalkan Akang.”

Kinanti tak menghiraukan permintaan marzuki. Hatinya berubah 360 derajat. Cintanya hangus terbakar waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun