Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Dingklik Simbok

28 Agustus 2016   15:50 Diperbarui: 28 Agustus 2016   20:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak              : (Bapak muncul sambil batuk-batuk)

”Ehem...ehem. Anak lanangmu itu memang sudah kelewatan. Lupa daratan. Dia sudah mengapung di langit, barangkali dia mau hidup di bulan.” (menggeleng-gelengkan kepala)

Kinanti            : “Di rumah ini aku selalu mencium aroma Akang, meski secara indrawi dia  sudah pergi beberapa tahun yang lalu. Tapi nafas itu menyatu dengan paru-paru Simbok.. Di kedalaman hati Simbok terlukis rindu yang sama-sama menggebu. Biarlah rindu kita berbaur melebur.”

Simbok            : (Simbok menatap erat Kinanti yang duduk tak jauh dari tempat Simbok)

“Tidakkah kau lihat Marzuki, perempuan ini berhati bening. Tidak seperti perempuan di luar sana. Wajahnya penuh topeng.”

Bapak              : “Topeng itu sudah tradisi, Bune. Jaman sudah berubah. Yang palsu itu malah jadi barang mahal dan diburu manusia keblinger. Semua serba plastic yang bisa dicetak daur ulang. Bukan hanya embermu itu yang katanya anti pecah. Dibanting-banting  tukang kredit ditawarkan keliling kampong.”

Wajah ayu Kinanti tetap menyunggingkan senyum, dia sangat yakin dengan kekasihnya Marzuki. Meski tak ada kabar beritanya beberapa tahun terakhir. Cintanya murni bak liontin 24 karat, bukan imitasi yang sering di lebur ditoko imitasi setiap kali ingin mendapat pujian.

Kinanti            : “Manusia itu kadang lupa, Mbok. Kinanti berharap setiap waktu memungut jejak langkah Akang. Barangkali esok atau lusa ia akan kembali mengambilnya. Juga mungkin dia akan menagih nafas yang ia keluarkan dimalam sunyi.”

Senyumnya mengembang membayangkan sosok laki-laki istimewa di hatinya. 

Babak 3

Semerbak bau tanah basah yang tersiram hujan tadi malam seakan menguap bersama datangnya mentari pagi itu. Perkutut Bapak dengan riangnya menyuarakan hati Simbok meski nadanya kadang kacau. Sambil menikmati kopi tumbuk yang dibuat Simbok dari hasil kebunnya, Bapak sangat menikmati seduhan manis mengepulkan kesederhanaan yang damai itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun