Tulisan hari ke 1
Ibu
Jangan lelah menghimpun ilmu. Bekal dunia akhirat. Dari tanganmu akan terbentuk generasi masa depan. Jangan biarkan hampa, nanti ada bisikan mengisi.
Ibu
Pribadi muara harapan.Peran penting dalam keluarga. Kasih sayang ibu adalah bagian dari sebab datangnya Rahmat Allah. Kunci pintu surga juga terletak pada keridhoan Sang Ibu. Ibu adalah jimat keramat sekaligus malaikat penyelamat yang bisa mengantar kesuksesan anak-anak.
Tulisan hari ke 2
Ibu
Hamil, perubahan diawal, ngidam katanya. Hormon mulai berulah. Ulah kadang diluar nalar. Gejala itu ada yang berangsur berubah, ada juga sampai 9 bulan tumbangnya. Keadaan payah dan lemah.
Muntah, mual jangan ditanya. Tidur, tak tentu kisah. Kram sampai kaki bengkak. Pokoknya banyaklah, terkadang sama keluhan ada juga beda. Rata-rata!
Ibu
Melahirkan, bertaruh nyawa. Rasa sakit merajalela. Kontraksi berulang. Semua tegang. Sakit sesakitnya, perut keras seperti papan, plus melilit. Panggul seperti dipelintir sekian derajat. Seperti ingin pup, tetapi toilet penuh. Nggak boleh mengejan.
Sakit teramat sangat, istigfar pun begitu tak bisa terucap. Hanya mampu mengigit bibir kuat-kuat. Wajah memerah, keringat sebiji jagung mengalir deras. Urat-urat menonjol, pembuluh darah itu seakan makin membiru. Air mata tanpa sadar keluar. Kedua tangan memegang erat pada dua sisi ranjang. Hanya mengikuti intruksi. Menarik napas melalui hidung, lalu menghembuskan lewat mulut. Meniup-niup seperti meniup tungku anglo berlahan-lahan.
Ooeek! Ooeek!
Tangisan memecah keheningan. Kegugupan dan kecemasan yang mendera berganti rasa haru biru.
Senyuman terbit, bahagia terpancar, menyambut sang buah hati yang telah lahir. Kemana hilang rasa sakit, terbayarkan tunai.
Lahirlah satu kehidupan.
Bagaimana, Ibu?
Jadi Ibu?
Semangat masih berjuang!
Perjalanan belum berhenti, masih banyak yang dilalui lagi
~
Postingan hari ke 3
Sesungguhnya ibu adalah panutan. Ibu tempat tambatan cinta kasih bagi anak-anak. Kedudukannya begitu mulia.
Padamu terdapat beban dan tanggung jawab yang multitask. Pekerjaan rumah yang tiada habisnya. Lelah merawat dan membesarkan buah hati. Ini sejatinya.
Bagaimana dengan depresi. Tak jarang diterpa stres. Ibu juga manusia. Maka ada berita seorang ibu yang melakukan hal diluar akal.
Desakan dan beban hidup yang mengunung. Sekeliling yang abai, support  sistem yang parah. Akhirnya, perlakuannya jauh melenceng. Mental ibu menjadi sakit. Imbasnya anak pun akan ikut-ikutan menderita.
Cacian, makian, pukulan, penganiayaan secara verbal maupun fisik. Bahkan membunuh anak sendiri.
Kecewanya bisa jadi sebenarnya bersumber dari suami, ia balas dendamkan ke anaknya. Salah sasaran, pelampiasan atas tekanan intimidasi dari suami yang tak sanggup ia lawan.
Penderitaan yang berat, tak ingin dirasakan anak, lalu mendengar bisikan-bisikan halus untuk mengakhiri hidup anaknya.
Ah, ada nyeri sesak, menuliskan ini, tetapi ini ibu.
Ya, ibu yang tak seharusnya berlaku seperti itu. Aduh, entahlah. Kejiwaan, bukan ahliku membahas ini. Pun yang mengaitkan dengan iman.
Hidup memang berat!
Ibu, wanita, sosok lemah perlu perlindungan dan bimbingan. Rasa lebih kuat dibanding logika.
Gelap mata, seorang ibu juga manusia!
~
Postingan hari ke 4
Ibu melahirkan normal atau SC, kalian tetap sama, seorang ibu.
Tiada yang lebih, lahiran normal tiada boleh meremehkan SC. Â Pun sebaliknya.
Ada alasan yang mendesak atau hal lain dibalik itu semua. Derita pasca SC itu perawatannya juga perlu ketelatenan dan kesakitan.
Melalui SC, jasa besar atas menurunnya angka kematian ibu dan anak.
Sedangkan zaman dulu, kasus-kasus medis kondisi kehamilan serta bayi dalam kandungan banyak tidak terdiagnosa karena belum ditemukan alat-alat canggih medis.
Ibu
Merawat bayi dengan keikhlasan. Rela bergadang demi yang tersayang. Mengobati dengan segera atas sakit anak. Mengusahakan yang terbaik. Mendidik dan menjaga serta melindungi dengan sepenuh hati. Harta yang paling berharga.
Bahkan, lepas sampai anak telah berkeluarga. Orang tua tak lepas memikirkan kebahagiaan sang anak. Mungkin anak beranggapan peran orang tua tidak seperti dulu lagi. Ketahuilah, di mata mereka terkadang ingin melindungimu hingga akhir hayat.
Ibu
Surga dibawah telapak kakimu. Penghormatan luar biasa. Beberapa contoh kasus sehebat apapun ibadah dan khusuknya seseorang, amal shaleh dan alim. Namun, jika menyakiti hati seorang ibu, maka akibat yang buruk siap mendera.
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW.
"Wahai Rasul, siapakah orang yang paling berhak aku patuhi?"
"Ibumu, ibumu, Ibumu , lalu ayahmu."
Tidak menepikan peran ayah. Ibu dengan kasih sayangnya saling bekerja sama membesarkan anak.
Raih rahmat Allah dengan berbakti kepada orang tua.
~
Postingan hari ke 5
Kasih orang tua sepanjang masa. Kasih anak sesaat. Pengorbanan orang tua tak bisa dibeli dengan harga materi. Tak kan ada kata sepadan jika dikalkulasi.
Hati Ibu akan menangis jika anak meminta sesuatu, sementara tak mampu mewujudkan. Bukan tak mampu atau tak mau, tentu ada banyak pertimbangan. Â Mungkin pertimbangan itu juga kelak akan diketahui sang anak ketika ia pun telah menjadi orang tua.
Melihat anak dimarahi suami saja, Ibu kadang tak tega. Selesai memarahi anak, atau memukul untuk mengajari dan mendidik. Saat anak tertidur pulas sesegukan. Ibu memandangi dengan nanar dan penuh rasa penyesalan. Nyesek.
Lain dari pada itu, ketahuilah bahwa siapapun itu otang tua. Pastinya menginginkan anak akan lebih baik dari mereka.
Terbayangkan, jika anak yang jadi tumpuan harapan justru menggoreskan kecewa. Â Ibu kadang menyebunyikan masalahnya sendiri. Jika pun ada meluapkan emosi, marah atas kelakuan anak. Tamparan itu tak sesakit perasaan hatinya yang tersayat-sayat. Bagaimana nelangsanya ibu memikirkan anaknya.
Jalan yang ditempuh anak demi masa depan kelak, adalah andil orang tua. Siapapun ingin bahagia. Maka jalan utamanya adalah berbakti dengan orang tua.
Bukan hanya berfokus pada pemberian materi semata. Bahagiakan mereka dengan perhatian dan kasih sayang. Jadilah berguna dan membanggakan.
Postingan hari 6
Ibu
Doamu terkabul.
Jika ibu marah-marah maklumilah, mungkin lelah. Yakinlah kemarahannya berlandaskan kasih sayang. Bisa saja lelah mendera. Jangan balas dengan kemarahan juga. Â Jangan sakiti hatinya dengan berkata kasar. Katakan pendapat dengan sopan dan santun.
Jika bepergian, jangan lupa pamit dan bersalaman takzim. Tampakkan segala hormat dan memuliakan mereka.
Jalan didepan Ibu jangan pongah, rundukkan badan, ucapkan permisi. Ceritakan hal-hal baik padanya. Ibu itu orangnya suka cemas bahkan was-wasnya berlebihan.
Jika berjauhan sering berkunjung, minimal berkomunikasi via ponsel. Tanyakan kabarnya, dengarkan ceritanya.
Jika sakit, rawatlah sepenuh hati.
Jangan lupa ajarkan pada anak kita, untuk hormat pada sang nenek.
Jangan bebani lagi atas pengasuhan anak kita. Ini justru si neneknya yang ngotot ngemong cucu, ya, 'kan. Begitulah kasih sayang Ibu.
~
Ibu
Jika sudah menyalahi aturan dan kodrat sebagai Ibu. Sifat keibuan telah sirna. Apakah masih kedudukanmu mulia. Pantaskah surga itu berada di bawah telapak kakimu.
Ibu
Kemuliaan yang telah tercabut. Apa yang dirasa oleh anakmu. Pengorbanan selama ini Ibu lakukan seakan-akan beterbangan seperti debu.
Ada dilema .
Tidak mungkin tidak mengakuimu Ibu. Namun rasa malu menghantui memiliki ibu seperti itu. Anak-anak menaruh rasa kecewa, benci dan perasaan-perasaan lainnya. Namun, pada sisi lain mereka juga tak bisa membohongi nurani maupun darah nasab, bahwa wanita yang telah melenceng itu adalah ibu kandungnya.
Perangai buruk sang Ibu, ingat dialah yang melahirkan kita. Â Hal menghormati dan patuh masih dalam kewajiban. Dengan catatan jelas tidak bertentangan dengan nilai agama dan kemanusiaan.
Keyakinan berbeda sekalipun, hormati ibumu. Jika perilakunya tak baik terus bimbing dan mendoakan agar sadar. Anak tidak ada kewajiban menghukum orang tua dengan meninggalkan kebaktiannya, apalagi menjahati orang tua.
Berat hati memang menerima kenyataan. Sosok yang harus kita muliakan telah berbuat dosa atau hal memalukan. Namun, seberat apapun  anak harus bisa bersikap baik. Saat itulah juga kesabaran sang anak sedang diuji. Karena kita tidak bisa memilih dari sosok wanita mana kita dilahirkan. Right?
~
Postingan hari ke 7
Ibu
Jika sudah menyalahi aturan dan kodrat sebagai Ibu. Sifat keibuan telah sirna. Apakah masih kedudukanmu mulia. Pantaskah surga itu berada di bawah telapak kakimu.
Ibu
Kemuliaan yang telah tercabut. Apa yang dirasa oleh anakmu. Pengorbanan selama ini Ibu lakukan seakan-akan beterbangan seperti debu.
Ada dilema .
Tidak mungkin tidak mengakuimu Ibu. Namun rasa malu menghantui memiliki ibu seperti itu. Anak-anak menaruh rasa kecewa, benci dan perasaan-perasaan lainnya. Namun, pada sisi lain mereka juga tak bisa membohongi nurani maupun darah nasab, bahwa wanita yang telah melenceng itu adalah ibu kandungnya.
Perangai buruk sang Ibu, ingat dialah yang melahirkan kita. Â Hal menghormati dan patuh masih dalam kewajiban. Dengan catatan jelas tidak bertentangan dengan nilai agama dan kemanusiaan.
Keyakinan berbeda sekalipun, hormati ibumu. Jika perilakunya tak baik terus bimbing dan mendoakan agar sadar. Anak tidak ada kewajiban menghukum orang tua dengan meninggalkan kebaktiannya, apalagi menjahati orang tua.
Berat hati memang menerima kenyataan. Sosok yang harus kita muliakan telah berbuat dosa atau hal memalukan. Namun, seberat apapun  anak harus bisa bersikap baik. Saat itulah juga kesabaran sang anak sedang diuji. Karena kita tidak bisa memilih dari sosok wanita mana kita dilahirkan. Right?
Postingan hari ke 8
Ibu saat telah tiada. Bakti kami belum putus. Untaian doa dari anak untuk orang tua adalah terus dilakukan sepanjang hayat. Doanya adalah agar Tuhan mengampuni dosa-dosamu, amal baikmu diterima dan diletakkan di tempat yang layak. Tuhan sayangkan dirimu sebagaimana engkau menyayangi kami dari kecil.
Selain doa, tanggunganmu adalah kewajiban kami. Baik selaku sesama manusia atau pada Tuhan. Saat hidupmu masih belum terselesaikan Sesama manusia jika ada catatan hutang-piutang, amanah, pinjam meminjam serta wasiat.
Utang, hal itu akan dilunasi ahli waris dengan aday upaya. Misal harta warisan, jika pun tak cukup ditanggulangi. Pun ahli waris tak sanggup, maka minta tangguh. Penting, jika tidak, kondisi mayit masih tergantung-gantung.
Mengembalikan barang yang dipinjam oleh orang tua dengan segera.
JIka kamu tahu, Ibu ada salah belum sempat meminta maaf. Maka kita sebagai anak langsung mewakili mengucapkan maaf kepada  orang lain tersebut.
Jika orang lain yang berhutang kepada orang tua kita, maka ikhlaskan saja. Jadikan sebagai amal untuk bagi orang tua.
Wasiatnya laksanakan segera, sedapat mungkin jangan ditunda-tunda.
Nadzarnya juga jika diketahui ahli waris , direalisasikanlah.
Begitu, jika hubungan sosial dengan manusia.
Tentang menqadha ibadahnya terhadap Tuhan.S alat, puasa Diriku belum cukup ilmu menjabarkannya. Masih harus belajar lagi. Maaf.
~
Tulisan hari ke 9
Bentuk durhakamu bisa berupa :
Membuat menangis dan sedih kedua orang tua, baik dari kata atau perbuatan.
Membentak, berkata kasar, atau meninggikan suara. Anggapan pendapat orang tua tak berbobot.
Mengerutu jika disuruh plus wajah yang masam. Ada malah dengan orang di luaran ramah dan sopan, tiba di rumah garang.
Tajam, atau sorot mata sinis melihat kedua orang tua.
Saat orang tua berbicara tidak menyimak, pura-pura sibuk ke hal lain.
Menyuruh dan memerintah orang tua bahkan tak menolong kerja rumah.
Mencela masakan Ibu, Â jika kau sebutkan itu melukai hatinya yang berkorban telah berusaha menghidangkannya untukmu.
Kamu gagal, jangan menyalahkan mereka. Jangan jadikan orang tua kambing hitam atas ketidakberhasilanmu.
Kamu jauh dari orang tua, malas memberi kabar. Ketahuilah mereka cemas.
Malu mengakui orang tua.
Pelit pada orang tua.
Ada yang tega mencuri harta orang tua.
Bahkan, berharap orang tuanya mati cepat agar dapat warisan atau tidak menyusahkannya
~
Tulisan hari ke 10
Durhaka, ada ganjarannya. Pada dunia maupun di akherat kelak.
Beberapa penyebab kedurhakaan itu bisa jadi :
Kurang ilmu. Ilmu agama, akhlak. Pintarnya mungkin pada ilmu umum saja.
Adanya konflik. Banyak hal masalahnya. Perbedaan cara pandang. Kebikjanaan dan keadilan yang tidak terealisasi.
Karma.
Durhakamu pada orang tua. Maka bersiaplah anak akan mengikuti jejakmu. Rasa sakit orang tuamu rasakan, akan terasa olehmu.
Dukungan atau pengaruh pasangan. Orang tua tersisihkan karena pengaruh pasangannya.
Tulisan hari ke 11
Mari kita bercerita.
Ibu tahu lebih dan kekurangan anaknya
Sebut saja, sosok wanita yang satu ini. Dia bahkan mampu membawa anaknya mendunia.
Ibunya Thomas Alva Edison sangat sedih. Saat anaknya dinyatakan bodoh serta selalu diejek dan disudutkan. Thomas hanya sekolah formal hanya 3 bulan. Ibunya tak berhenti, ia tahu anaknya bisa kurang di keilmuan yang lain. Ia mencoba menggali bakat dan minat anaknya.
Akhirnya, sang ibu tahu anaknya suka dengan penelitian. Maka ia selalu memberi motivasi dan mengatakan kecerdasan Thomas istimewa.
Ibu dan Thomas menjadikan rumah mereka sebagai institut pribadi. Guru pribadinya adalah sang Ibu. Thomasnya semakin gigih dan ulet.
Sembari memenuhi kebutuhan hidup. Dua beranak ini bekerja sebagai penjual koran di jalan-jalan.
Konsep dan hasil penelitian sudah banyak di otak Thomas. Biaya untuk membeli alat-alat terus diupayakan. Berkat kerja keras akhirnya Thomas memiliki laboratorium sendiri.
Ibu terus mendorong cita-cita anaknya.
Buuum!
Lampu pijar!
Bukti nyata penemuan yang diakui oleh dunia  dan dinikmati oleh seluruh penjuru dunia.
Bayangkan, jika dulu sang ibu pasrah dan putus asa. Apa jadinya? Tidak ada yang namanya Thomas menemukan lampu pijar.
Kerjasamalah yang menghantarkan mereka merubah dunia.
Tulisan hari ke 12
Ibu
Lelah ya. Apalagi zaman sekarang himpitan ekonomi begitu sulit. Kebutuhan hidup semakin meningkat. Tulang punggungmu kini ikut bekerja. Tak bisa lagi mengandalkan pemasukan dari satu saja. Banting tulang nyari rezeki. Apalagi yang single parent.
Perjuangan membesarkan buah hati sendiri itu tidak mudah. Ada yang rela pergi jauh merantau. Menjadi TKW di negeri orang. Kerja di sana sebagai orang ditaraf rendah. Pekerjaan yang banyak dilakoni adalah menjadi pembantu rumah tangga. Demi apa?
Penghidupan yang layak dan ada anak yang menjadi tangungan.
Katanya TKW menambah devisa negara. Bagaimana hak-hak perlindungannya di sana. Hidup terkadang mendapat perlakuan tidak manusiawi. Ekploitasi dan apalah namanya itu, pokoknya banyak berita kita lihat bagaimana nasib nahas yang mereka alami. Hiks.
Ibu itu TKW. Hidup seperti dalam sangkar. Perbudakan modern itu ada, kita tak bisa sangkal hal tersebut.
Ibu
Peluh, kerja kerasmu  alasan dan sumber kekuatanmu adalah anak. Maka, tiada boleh mengelak, kewajiban mutlak seorang  anak adalah jadilah berguna, balas jasa mereka. BAKTI
~
Tulisan ke 13
Idealnya mendididk anak diberikan orang tua secara langsung. Namun, banyak berbagai kendala dan alasan lainnya. Maka banyak juga para orang tua melimpahkan kewajibanya pada orang lain. Perlu diingat pelimpahan  hal tersebut seharusnya tidak mengurangi tanggung jawab orang tua. Orang tua tetap nomor satu berkewajiban mendidik anaknya.
Ada kewajaran karena setiap orang tua juga memiliki keterbatasan. Lembaga pendidikan formal salah satu jalannya. Perlu disadari juga jangan seratus persen diserahkan kepada guru. Ingat guru hanya beberapa jam saja di sekolah. Intinya kedua tim ini harus saling berkoordinasi terkait perkembangan anak.
Tidak ada yang saling lempar masalah dan tanggung jawab. Mari bersama, duduk membahas dan mencari solusi.
Tulisan ke 14
Ibu
Dimana peranmu kini. Kewajiban yang terabaikan. Ibu asyik dengan ponsel, begitu pun anaknya. Sibuk masing-masing. Dunia  tak lagi sama.
Ibu, anakmu butuh perhatian. Anak, ibumu butuh perhatian. Komunikasi, me time, quality time, family time.
Kurang-kurangin deh main sosmednya kalau gitu. Â Nggak usah nyebut orang lain. Akunya aja kadang lupa, main hape terusss. Ya, 'kan, racun memang kadang.
Tulisan hari ke 15
Ada bencana dalam sumpah Ibu.
Ibu saat marah dan kecewa menyelimutimu. Ingatlah, tahanlah, lisan dan hati agar tidak menyumpahi anak. Kesedihan orang tua, tangisan tanpa air mata saja mampu mengoyang langit. Apa lagi sampai terucap. Biasanya ini, ibu tetaplah ibu. Hal buruk menimpa anaknya maka ia yang akan menangung juga.
Kita tahu dan sudah banyak contoh kejadian durhaka. Bagaimana kesengsaraan di dunia dan akhirat akan mengiringi sang anak yang tak berbakti.
Sebagai manusia, ibu juga memiliki kekurangan. Anak juga demikian. Ingat saja, saling mengingatkan diri. Salah cakap jangan terucap, bisa jadi kualat tercipta.
Ibu, teruslah sabar ya. Wahai anak, ingat doa dan kualat jika melawan para orang tua.
Mari kita saling mengingatkan dan berbakti.
~
Postingan hari ke 16
Kali ini kupersembahkan sebuah tulisan cerpen yang bertema IBU. Cerpen ini sudah kuterbitkan pada  buku antologi berjudul "Antara Asa dan Rasa" diterbitkan oleh Neoma Publisher, Oktober 2021 yang lalu. ISBN 978-623-6296-90-5. Yuk, dibaca dan kita ambil ibrahnya.
Maaf, Ibu
Oleh : Megawati Sorek
"Jika Ibu bilang tidak boleh ya tidak boleh, berapa kali Ibu bilang!" Suara Ibu mulai naik beberapa oktaf.
Aku menatap Ibu dengan napas memburu. Kesal, mengapa beliau selalu saja mengekangku. Bukankah aku sudah besar dan tahu cara menjaga diri. Terkadang aku iri melihat teman-teman yang bebas. Aku merasa sendirian, tidak ada yang ingin berteman denganku. Pernah dulu, baru saja akan akrab dengan sesama teman, ibu sudah bersikap waspada. Akhirnya mereka pun menjauhiku. Mereka merasa risih dengan sikap ibu yang over protektif. Seperti kali ini ketika aku minta izin kembali untuk pergi ke pesta ulang tahun Sasha---teman sekelas. Namun, jawabannya masih sama seperti dua hari kemarin. Padahal aku sudah mengubah polanya, dulu dengan memohon dan kali ini dengan sedikit memaksa.
"Pokoknya, Risma tetap pergi!" Mataku tajam menatap wajah ibu yang menunduk sembari mengurut dadanya.
Sesaat kemudian, aku meninggalkannya menuju kamar serta membanting pintu. Aku sudah jenuh dengan perdebatan yang sering terjadi. Menurutku ibu terlalu banyak aturan dan membatasi. Membantingkan tubuhku ke kasur dan menatap langit-langit kamar dengan perasaan kesal. Aku meraih bantal, menutupi wajah dan menangis hingga tak sadar sampai tertidur.
*Â
Suara ketukan pada pintu kamar, membuat mataku mengerjap serta melirik jam bulat di dinding. Jarum pendek telah berada di angka mendekati enam.
Dari balik pintu yang terbuka sedikit, kepala ibu menyembul. Wanita yang melahirkanku itu telah memakai mukena.
"Bangun, sebentar lagi magrib!" Tanpa menunggu jawaban dariku, beliau pun berlalu.
Aku segera bangkit menuju kamar mandi selanjutnya membersihkan diri serta melaksanakan kewajiban. Aku membuka lemari, termangu sambil memperhatikan deretan baju yang mengantung pada hanger serta lipatan. Tanganku memilah-milah mempersiapkan baju apa yang cocok kira-kira untuk kukenakan besok. Pakaianku semuanya terlihat sederhana saja. Sedangkan pesta ulang tahun Sasha akan meriah dan diadakan di hotel mewah. Aku yang tadinya begitu bersemangat menjadi berdecak kesal. Hidup sebagai anak yatim, memang jarang dibelikan ibu baju. Jangankan memenuhi untukku bergaya, untuk makan saja susah. Ibu bekerja sebagai pembantu di rumah Juragan Tarno. Terkadang bahkan harus  mengambil upah mengosok baju di beberapa rumah tetangga.
Disaat aku merutuki nasib. Beberapa helai baju satu persatu aku tempelkan di tubuhku. Aku menghadap dan memperhatikan pantulan bayangan yang tampak di cermin. Lagi-lagi aku mengeleng. Nada panggilan pada ponselku berbunyi. Bergegas aku menyambar benda yang tergeletak di atas kasur serta tertutup baju yang berserakan. Mengeser layar ponsel yang sudah banyak memiliki retakan. Sebuah nomor baru terpampang. Alis kubertaut menciptakan kerutan halus di dahi.
"Ya, halo," sapaku dengan ragu.
"Ris, ini gue, Â Adel, pakai hp Tio," balas suara di seberang sana.
"Gimana? Besok, kalau mau ikut, ayok la samaan sama kami ya, soalnya kalau gue cuma pergi ma Tio nggak dapat izin bokap, kan kalo ada lu, aman dah."
"Oke, aku ikut tapi jemput gue di simpang gang aja ya," jawabku dengan suara pelan.
"Oke, sip, dah."
"Del, tunggu Del. Hm ... bisa minjam baju lo yang dress gitu nggak. Baju gue nggak ada yang modis," Aku menghiba pada Adel.
"Ya, deh. Ntar gue bawain, beberapa. Cek saja mana yang pas."
Aku bernapas lega. Masalah tumpangan, teman pergi dan busana yang akan kukenakan telah terselesaikan.
*
Aku begitu takjub dan terkesima. Ballroom hotel bintang tujuh yang mampu menampung banyak orang itu telah disulap menjadi  tempat pesta yang dipenuhi pernak-pernik hiasan bunga. Serta kain yang berwarna-warni yang menjuntai indah di beberapa sisi. Hiasan balon yang disusun sedemikian rupa. Lampu-lampu cantik berjejer membentuk suatu motif di antara beberapa bunga-bunga segar.Â
Para tamu yang datang terlihat banyak mengenakan pakaian yang mewah. Sementara aku hanya mengenakan baju terusan tanpa lengan, serta sedikit longgar--- milik Adel.
Meja panjang berderet di tiap sisi ruangan yang berisi makanan beserta koki yang memasak makanan itu secara langsung. Aku mencicipi beberapa makanan, yang tak pernah bahkan tak tahu namanya.
Rentetan acara telah berlangsung dengan meriah. Â Pesta yang dimulai pukul 17.00 itu berakhir pukul 23.00 malam. Â Para tamu sudah berangsur berpamitan pada sang empunya acara. Aku celingak-celinguk mencari keberadaan Adel dan Tio. Namun, tiada kutemui. Apakah mereka telah meninggalkanku? Bagaimana aku akan pulang? Kenapa Adel dan Tiok tega, mungkinkah mereka keluyuran ke tempat lain. Aku sudah selesai untuk dijadikan alasan bagi mereka.
Disaat hatiku dipenuhi tanda tanya dan kebimbangan. Terasa tepukan tangan pada punggung, sontak membuatku menoleh dan berbalik.
"Mau pulang? barengan kita aja, kan kita serarah, Ris," tawar Radit---ketua kelas di kelas XIIC.
 Pria itu berdiri di antara kedua temannya  yang tak kukenali.
"Terima kasih, aku bisa pulang sendiri," tolakku.
Aku merasa takut, mendapati sorot mata itu seakan mau menelan. Selain itu tercium aroma alkohol ketika mulutnya berkata tadi.
Aku pamit serta keluar gedung. Berdiri di depan gerbang hotel. Aku memeriksa handphoneku. Terdapat sepuluh panggilan tak terjawab dari ibu. Pikiranku langsung terbayang wajah ibu yang panik. Memunculkan perasaan bersalah seketika, telah nekat tetap pergi. Apalagi dalam jangka waktu beberapa jam, tentu ibu pastilah sangat khawatir. Aku akan menelepon balik, tetapi sialnya baterai telah habis.
Aku mencoba berjalan perlahan menyusuri jalan. Bagaimana aku akan sampai ke rumah? Menggunakan mobil saja lokasi hotel ini menempuh setengah jam perjalanan. Aku berharap mendapat tumpangan yang aman. Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam, berhenti tepat di sisiku.
Dua sosok pria menuju ke arahku. Mereka teman Radit tadi. Aku menjadi waspada karena menangkap gelagat tak baik dari mereka. Dua lelaki yang berbaju hitam dengan cepat menarik tanganku. Menyeret agar masuk ke dalam mobil. Aku mencoba memberontak. Terlihat Radit menyeringai di balik kemudi.
"Radit, apa yang kalian akan lakukan, aku mohon lepaskan gue, Dit," Aku memohon ketika kedua teman Radit menghempaskanku dengan paksa ke kursi belakang. Aku begitu gugup, degup jantung terasa lebih cepat. Keringat dingin keluar dari lubang pori-pori.
Mobil pun mulai di jalankan oleh Radit. Tiba-tiba sebuah mobil L300 hitam menghadang tepat di depan  kami. Terdengar bunyi rem berdecit karena dihentikan paksa oleh Radit. Mereka terkejut, dan dua lelaki teman Radit keluar dari mobil.
Senyumanku mengembang ketika melihat ibu dan Juragan Tarno keluar dari mobil tersebut. Mulutku berteriak , memanggil-manggil Ibu seiring air mataku jatuh.
Aku keluar dari mobil, yang disusul oleh Radit yang menangkap tubuhku. Perkelahian terjadi antara Juragan Tarno dan teman Radit. Ibu berusaha menolongku dengan memukuli Radit dengan sandalnya. Beruntung, perkelahian dimenangkan oleh Juragan Tarno. Pemilik padepokan itu ternyata masih berilmu mumpuni mesti sudah tak muda lagi. Â Radit yang melihat kedua temannya babak belur menjadi takut. Mereka memutuskan untuk melarikan diri. Aku lihat wajah ibu begitu sembab. Aku pun tergugu di pelukan Ibu.
 Untung saja Ibu datang tepat waktu. Tak dapat kubayangkan bagaimana nasibku jika Ibu  dan Juragan Tarno tak menolong.  Kini, perasaan menyesal melandaku. Aku meminta maaf kepada Ibu serta berjanji di dalam hati. Aku akan menjadi anak yang patuh dan tak akan membantah Ibu. Kami berterima kasih pada Juragan Tarno yang telah bersedia menemani Ibu mencari serta menolongku.
~
Tulisan hari ke 17
Ibu
Ada keluhmu menghadapi pahit dan getirnya hidup. Stres sering menyapa. Tuntutan harus pandai mengelola stres, karena jika seorang ibu rapuh maka yang paling beresiko terpengaruh adalah anak-anakmu.
Banyak sumber stresnya ya, Bu. Ulah suami, anak-anak, ekonomi, pergaulan, saudara, tetangga, sosial media dan sebagainyalah.
Tulisan hari ke 18
Ibu
Jika sudah tiada, sementara bakti kita belum purna. Apa yang harus kami lakukan.
Kirimkan doa, terus  menerus. Selesaikan tanggungannya sebagai sesama makhluk dan sebagai hamba tuhan. Sudah dibahas pada postingan sebelumnya.
Ada lagi yaitu menyambung silaturahmi dengan keluarga, kerabat maupun teman ibu kita. Ini terkadang terlupakan.
Padahal ini sangat penting, agar tiada putus hubungan. Tak jarang seakan sudah tak mengenali lagi karena kebanyakan anak tidak menyambung silaturahmi seputaran dunia orang tuanya.
Tegur sapa, berbagi kabar, saling mengunjungi dan bercengkerama. Seringkan terjadi  jika di rumah itu tidak ada lagi yang dituakan terasa kali tiada lagi yang berkunjung seperti semasa mereka masih hidup. Nah, kitalah lagi yang mengunjungi para orang-orang  yang dulunya dekat dengan orang tua kita.
Mungkin begitu!
~
Tak jarang seorang Ibu yang juga seorang manusia. Tak lupa terkhilaf dan berbuat dosa. Ibu ada yang takabur, egois, norak, galak, iri, licik, dusta, boros, overacting, dsb. Ah, sudahlah.
Kembali ke pengelolaan stres, sulit nggak ya? Tergantung!
Bisa saja dengan jangan panik, jangan emosi, tergesa-gesa, jangan suka mendramatisasi, jangan putus asa. Belajar terus, berbenah diri agar menjadi uswatun hasanah bagi anak-anak, mungkin begitu. Bagaimana cerdas menyikapi masalah juga kali ya.
Tulisan ini hanya meracaukah. Entahlah, Ibu semua mari kita berusaha dan terus berusaha.
~
Tulisan hari ke 18
Ibu
Jika sudah tiada, sementara bakti kita belum purna. Apa yang harus kami lakukan.
Kirimkan doa, terus  menerus. Selesaikan tanggungannya sebagai sesama makhluk dan sebagai hamba tuhan. Sudah dibahas pada postingan sebelumnya.
Tulisan hari ke 19
Kedekatan seorang ibu dan anak itu secara kodrat sudah terbentuk. peranan ibu dari terbentuk janin hingga melahirkan dan membesarkan. Perkembangan anak tergantung figur seorang ibu. Jika saja ada perpisahan yang terjadi maka bisa jadi menghambat perkembangan integensi, mental dan fisiknya.
Ibu instingnya sangat kuat. Dia bisa merasakan hal yang tak wajar menimpa anaknya. Perasaan tak enak itu akan tetiba terasa jika ada hal yang membahayakan. Ibu tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh anak.
Tulisan hari 20
Pernah dengar atau menemukan tulisan yang menyatakan wanita itu tiang negara jika baik akhlaknya maka selamatlah negaranya. Tahu kenapa?
Pada seorang wanita akan menjadi ibu. Ia adalah pembentuk karakter penerus bangsa. Di balik sesuksesan seorang pria ada wanita di belakangnya.
Peranan kaum wanita terutama ibu tidak bisa dipandang sebelah mata untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik.
Ibu, guru pertama, madrasah di rumah. Ada lagi keberuntungan tinggal dan hidup serta terlahir dari budaya Timur. Nilai-nilai etika menghargai berprilaku sopan pada orang yang lebih tua masih menjadi pegangan. Semoga saja tidak tergerus oleh zaman. Pengaruh budaya luar masih bisa kita filter. Sebuah harapan, ya, mungkin pesimis.
Kesopanan serta norma kesusilaan itu mulai tidak lagi diberlakukan. Anak muda seenaknya saja terhadap orang yang lebih tua, apatis, egois dan arogan. Berasa diri lebih berilmu dan modern. Orang tua dianggap kolot dan ketinggalan zaman.
Ada lagi yaitu menyambung silaturahmi dengan keluarga, kerabat maupun teman ibu kita. Ini terkadang terlupakan.
Padahal ini sangat penting, agar tiada putus hubungan. Tak jarang seakan sudah tak mengenali lagi karena kebanyakan anak tidak menyambung silaturahmi seputaran dunia orang tuanya.
Tegur sapa, berbagi kabar, saling mengunjungi dan bercengkerama. Seringkan terjadi  jika di rumah itu tidak ada lagi yang dituakan terasa kali tiada lagi yang berkunjung seperti semasa mereka masih hidup. Nah, kitalah lagi yang mengunjungi para orang-orang  yang dulunya dekat dengan orang tua kita.
Mungkin begitu!
~
Tulisan hari ke 20
Pernah dengar atau menemukan tulisan yang menyatakan wanita itu tiang negara jika baik akhlaknya maka selamatlah negaranya. Tahu kenapa?
Pada seorang wanita akan menjadi ibu. Ia adalah pembentuk karakter penerus bangsa. Di balik sesuksesan seorang pria ada wanita di belakangnya.
Peranan kaum wanita terutama ibu tidak bisa dipandang sebelah mata untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik.
Ibu, guru pertama, madrasah di rumah. Ada lagi keberuntungan tinggal dan hidup serta terlahir dari budaya Timur. Nilai-nilai etika menghargai berprilaku sopan pada orang yang lebih tua masih menjadi pegangan. Semoga saja tidak tergerus oleh zaman. Pengaruh budaya luar masih bisa kita filter. Sebuah harapan, ya, mungkin pesimis.
Kesopanan serta norma kesusilaan itu mulai tidak lagi diberlakukan. Anak muda seenaknya saja terhadap orang yang lebih tua, apatis, egois dan arogan. Berasa diri lebih berilmu dan modern. Orang tua dianggap kolot dan ketinggalan zaman.
Tulisan hari ke 22_end
Hari ini tanggal 22 Desember 2022 bertepatan diperingatinya hari Ibu. Selesai sudah saya mencoba posting untaian aksara mulai tanggal di awal bulan hingga puncaknya hari ini.
Saat ini berseliweran, tranding topik hari ibu. Semua anak mengungkapkannya dengan ucapan selamat hari ibu. Berbagai foto dan caption kalimat puisi indah, syahdu, dan keharuan sebagai ekspresi apresiasi atas jasa IBU. Good job. Tampilkanlah sosok berjasa dalam hidupmu, karena itulah sebenarnya dan mestinya.
Jasa Ibu tak bisa diukur dan dihitung. Â Cuma akan lebih afdal lagi jika itu bukan hanya menghiasi dinding-dinding laman dunis permedsos-an saja. Tindakan nyata, implementasinya yang penting. Sudahkah dikehidupan nyata itu berlaku. Ucapan terima kasihmu sudah langsung diucapakan langsung pada sosok beliau. Merefleksi diri, tanya hatimu sudahkah tindak tanduk tingkah laku, perlakuan kita terhadapnya gambaran berbakti?
Jangan latah ikut-ikutan posting, eh, ....
Bukan menunggu momen tanggal ini saja. Setiap detik, setiap waktu adalah hari ibu. Beliau berhak atas baktimu. Ucapan dan doa kita sudahkah menghantarkan pahalanya ke langit. Kita anak ini amanah beliau. Jika salah diri kita, mereka diminta pertangung jawaban kelak.
Ketika orang tua masih ada atau telah tiada, selama ini apakah ibu kita telah merasakan bahagia dengan bakti kita?
Doa anak yang saleh dan shalihah teruslah dilafazkan.
~
Mak, maafkanlah anakmu belum purna berbakti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI