Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tulisan Tentang Ibu dari 1 Desember Sampai 22 Desember

22 Desember 2022   11:30 Diperbarui: 22 Desember 2022   11:28 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

 Pria itu berdiri di antara kedua temannya  yang tak kukenali.

"Terima kasih, aku bisa pulang sendiri," tolakku.

Aku merasa takut, mendapati sorot mata itu seakan mau menelan. Selain itu tercium aroma alkohol ketika mulutnya berkata tadi.

Aku pamit serta keluar gedung. Berdiri di depan gerbang hotel. Aku memeriksa handphoneku. Terdapat sepuluh panggilan tak terjawab dari ibu. Pikiranku langsung terbayang wajah ibu yang panik. Memunculkan perasaan bersalah seketika, telah nekat tetap pergi. Apalagi dalam jangka waktu beberapa jam, tentu ibu pastilah sangat khawatir. Aku akan menelepon balik, tetapi sialnya baterai telah habis.

Aku mencoba berjalan perlahan menyusuri jalan. Bagaimana aku akan sampai ke rumah? Menggunakan mobil saja lokasi hotel ini menempuh setengah jam perjalanan. Aku berharap mendapat tumpangan yang aman. Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam, berhenti tepat di sisiku.

Dua sosok pria menuju ke arahku. Mereka teman Radit tadi. Aku menjadi waspada karena menangkap gelagat tak baik dari mereka. Dua lelaki yang berbaju hitam dengan cepat menarik tanganku. Menyeret agar masuk ke dalam mobil. Aku mencoba memberontak. Terlihat Radit menyeringai di balik kemudi.

"Radit, apa yang kalian akan lakukan, aku mohon lepaskan gue, Dit," Aku memohon ketika kedua teman Radit menghempaskanku dengan paksa ke kursi belakang. Aku begitu gugup, degup jantung terasa lebih cepat. Keringat dingin keluar dari lubang pori-pori.

Mobil pun mulai di jalankan oleh Radit. Tiba-tiba sebuah mobil L300 hitam menghadang tepat di depan  kami. Terdengar bunyi rem berdecit karena dihentikan paksa oleh Radit. Mereka terkejut, dan dua lelaki teman Radit keluar dari mobil.

Senyumanku mengembang ketika melihat ibu dan Juragan Tarno keluar dari mobil tersebut. Mulutku berteriak , memanggil-manggil Ibu seiring air mataku jatuh.

Aku keluar dari mobil, yang disusul oleh Radit yang menangkap tubuhku. Perkelahian terjadi antara Juragan Tarno dan teman Radit. Ibu berusaha menolongku dengan memukuli Radit dengan sandalnya. Beruntung, perkelahian dimenangkan oleh Juragan Tarno. Pemilik padepokan itu ternyata masih berilmu mumpuni mesti sudah tak muda lagi.  Radit yang melihat kedua temannya babak belur menjadi takut. Mereka memutuskan untuk melarikan diri. Aku lihat wajah ibu begitu sembab. Aku pun tergugu di pelukan Ibu.

 Untung saja Ibu datang tepat waktu. Tak dapat kubayangkan bagaimana nasibku jika Ibu  dan Juragan Tarno tak menolong.  Kini, perasaan menyesal melandaku. Aku meminta maaf kepada Ibu serta berjanji di dalam hati. Aku akan menjadi anak yang patuh dan tak akan membantah Ibu. Kami berterima kasih pada Juragan Tarno yang telah bersedia menemani Ibu mencari serta menolongku.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun