Pentas kandidat terus berpacu. Laga demi laga berlanjut. Sorak sorai makin nyaring seiirng partai puncak segera bakal digeber. Penonton yang sekedar ingin menontong, pula menghibur hati, termasuk memberi support terus mengalir. Trek yang kering dan berdebu tidak membuat surut animo terus meluber memenuhi tribun-tribun telah disiapkan.
Dan pada kenyataannya segala sesuatu yang bermula, di dunia ini pastilah akan berakhir. Begitu pula untuk perlombaan tahun ini, di dapati pula sang jawara baru. Menerima dengan sportif adalah ciri sosok berjiwa besar. Kemenangan atau kekalahan bukan hasil mutlak. Kebesaran jiwa adalah yang lebih utama.
Itulah kenapa, tidak nomer wahid bukan berarti berakhir. Tahun depan masih ada kesempatan. Masuk ke babak utama dari puluhan kerbau adalah sudah luar biasa untuk seorang Andi dan Si Hitam. Dan yang lebih mencengangkan lagi, adalah podium ketiga sebagai hasil perjuangan adalah balasan setimbal dengan usaha dan kemampuan yang ada saat itu. Andi dan Si Hitam!
Dan kala kemenangan itu telah bersemi, bak daun tumbuh di musim semi. Kemenangan menghantarkan kepada kebahagian dan kebanggaan. Kala kemengan bukan lagi mimpi, kini saatnya wujudkan janji terucap.
"Andi, tolong gergajinya!"
Janji adalah utang
"Palu!"
Bamboo tinggal potong, semua ada dan tersedia di sini. Si hitam dititipkan untuk sementara di rumah tetangga. Sejenak sambil menunggu terselesaikannya.
"Mas saat makan siang!" Kata Andi
"Sebentar, tanggung!"
Artinya kepala berlalu sudah dari atas kepala. Arti yang lain bedug luhur telah bertalu. Pula yang lebih berarti, Mas Andilah yang mengerjakan semuanya. Andi tinggal duduk-duduk di bawah pohon dengan sesekali melayani kebutuhan Si Mas