Dia tersenyum kecil, lesung pipinya semakin terlihat jelas. Matanya tampak menyala melihat mawar merah yang kuambil. Gadis kecil itu masih terdiam, seolah tersihir oleh wangi dan warna merah dari bunga mawar yang merona sempurna.
"Aku mau bunga mawarnya, Kak," dia membalas dengan suara lembut yang nyaris berbisik.
"Siap Nona, kalau mau lihat-lihat lagi, gapapa, Kakak masih punya banyak bunga bagus lainnya," jawabku, menawarkan pilihan bunga lain.
Aku berjalan menuju sudut lain dari ruangan, mengambil bungkus plastik untuk menghias mawar yang dipilih oleh si gadis kecil.
Anak itu masih berjalan, mengelilingi rak-rak bunga, melihat dengan teliti, satu per satu. Sesekali, dia mendekatkan hidungnya pada kelopak bunga, berusaha menemukan perbedaan wangi yang dihasilkan oleh setiap bunga yang ada di rak bagian bawah.
Setelah selesai membungkus bunga, aku membawakannya kepada anak itu. "Bunganya untuk siapa, Dik?" tanyaku penasaran.
Gadis itu kembali tersenyum. Kali ini, kedua alisnya sedikit terangkat, menyiratkan misteri yang belum sempat aku terjemahkan. "Untuk mama," jawabnya singkat. Kata-katanya membuatku terhenyak beberapa saat. Ada sesuatu yang dalam dan tulus di balik alasan sederhana itu.
Aku memberikan bunga mawar yang sudah terbungkus rapi. "Ini, semoga mama suka sama bunganya," balasku seraya mengulurkan tangan, memberikan bunga mawar yang warnanya merah sempurna.
Dia mengangguk penuh semangat, senyuman perpisahannya masih aku ingat hingga saat ini. "Terima kasih ya, Kak," dia menjawab dengan nada ceria.
Gadis kecil itu lalu merogoh kantongnya, mengambil uang untuk membayar bunga mawar itu, kemudian melangkah keluar dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya.
*