"Oh iya, kita belum kenalan, namaku Liliana, tapi kamu boleh panggil aku Kak Lili," kataku sambil mengulurkan tangan.
Gadis kecil itu menyambut uluran tanganku, menggenggamnya, lalu berkata, "Salam kenal, Kak, namaku Padma. "
"Padma, Kakak titip salam untuk mama ya, semoga cepat sembuh."
"Iya, Kak, nanti aku sampaikan ke mama," Padma membalas. "Terima kasih banyak ya, Kak Lili," pamitnya, sambil berjalan menuju pintu. Kami berpisah di sore itu, tepat setelah aku dan Padma secara resmi berkenalan.
*
Untuk waktu yang lama, Padma tidak pernah mengunjungi toko lagi. Aku pun tidak berusaha mencarinya. Kurasa, dia masih sibuk dengan urusannya di sekolah, apalagi ibunya juga sedang sakit.
Pertemuan dengan Padma memberikan rasa yang cukup membekas di dalam hatiku. Bukan perasaan bahagia, tapi juga bukan perasaan sedih.
Rasa itu lebih kepada campuran antara haru dan kekaguman. Melihat anak sekecil Padma yang begitu tulus mencurahkan kasih sayangnya kepada ibunya, membuatku merenung tentang arti sebenarnya dari kebahagiaan.
Hari demi hari berlalu, toko bunga tetap buka dan melayani para pembeli seperti biasa. Namun, setiap kali lonceng pintu berdenting, aku selalu berharap melihat wajah manis Padma lagi. Aku bertanya-tanya tentang keadaan ibunya, apakah bunga-bunga yang dibeli Padma berhasil membawa senyuman di wajah ibunya yang sedang sakit.
Suatu sore, ketika aku sedang merapikan bunga di etalase, tiba-tiba terdengar suara lonceng dari arah pintu. Aku berbalik dan melihat seorang perempuan, umurnya mungkin hanya terpaut beberapa tahun di atasku. Dia mendorong pintu, lalu melangkah masuk ke dalam toko.
"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" kataku.