"Kita-kita liat kok tadi yang geng TM lakuin ke kamu."
"Jangan bilang siapa-siapa ya kalian." Alan gusar.
"Aneh. Eh, Alan! Seharusnya orang kayak geng TM itu dilaporin ke BP. Biar tidak semena-mena di sini."
"Lebih baik kalian diam. Anggap aja kalian tidak tahu apa-apa." Ucap Alan sambil berusaha bangkit. Saat aku hendak membantunya, Alan malah mendorong bahuku.
Hari ini, aku baru saja melihat bahwa tak sepenuhnya keadilan akan datang pada setiap manusia. Selama ini aku hanya tahu ganasnya geng TM dari anak-anak. Belum pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Tak pernah ada yang berani mengusik ketenangan geng TM, apa lagi Rades, ketuanya. Semua anak lebih memilih tutup mulut. Rades membabi buta, anggap saja tidak melihat. Ada yang dipukuli, anggap saja itu nasib  buruk sedang menghampiri. Bukan tanpa alasan, ada satu faktor vital, karena Rades adalah anak kepala sekolah. Semua diam. Justru Kepsek selalu memuji-muji Rades, karena dia mampu membawa sekolah ini di tingkat nasional berkat prestasi basket. Rades adalah kapten tim basket. Dan lagi nilai-nilainya tidak pernah merah. Bagaimana tidak, kalau dia punya banyak suruhan buat ngerjain tugas-tugasnya. Aku pun sebenarnya malas dengar cerita Rades dengan ulahnya yang  nyebelin itu tiap hari.
"Bukan geng TM, kalau sehari tanpa membuat masalah di sekolah." Bahkan hingga istirahat di kantinpun perbincangan tentang Geng TM masih berlanjut. Untungnya ketika sampai di kantin, Geng TM sudah beranjak pergi.
"Tapi itu keterlaluan, kasihan Alan kan, Rin?"
"Mana ada mereka peduli."
Ku lihat dari arah kepergian geng TM. Radit muncul. Sekilas Rades melempar pandang tajam padanya. Radit tak terlalu menggrubris. Segera Radit duduk di sampingku.
"Kamu kenapa sama Rades?" Tanyaku menyelidik.
"Bukan apa-apa."