"Dia nge-drugs, Pa. Rades selaku teman yang baik harus ngingetin dong. Nah, Rades bukan cuma sekali dua kali Pa ngingetin dia, sering. Tapi dia tetap, malah sekarang dia jadi pengedar. Rades makin marah, Rades tidak terima kalau dia mau ngancurin temen-temen, terlebih sekolah ini. Dan kali ini Rades sudah tidak bisa toleransi lagi."
Kurang ajar, pinter banget Rades bersilat lidah. Tidak, Kepsek tidak boleh percaya.
"Betul itu Pak, betul." Bela geng TM yang lain. Kepsek menghampiri Alan yang telah terkapar tak berdaya. Diliat-liatnya keadaan tubuh Alan.
 "Tapi Papa fikir tindakan kamu ini terlalu berlebihan, menghajarnya babak belur begini. Kamu tidak perlu menghakimi dia sendiri, pihak sekolah bisa mengurusnya."
Bagus, sekarang mampus kamu.
"Maaf  kalau Rades lancang, Pa. Tapi Rades udah pernah ngelaporin dia ke BP. Tapi dia selalu bisa ngilangin jejak. Rades kesel, Pa."
 "Mereka bohong, Pak!" Aku keluar dari tempat persembunyian. Seketika tatapan setan geng TM menusukku, seperti hendak menelanku hidup-hidup.
"Saya tahu, Pak! Alan tidak salah. Selama ini mereka selalu menyiksa anak-anak yang tidak bersalah. Banyak yang sudah menjadi korbannya, termasuk saya, Pak!"
"Maksud kamu apa Prinsa? Kamu mau bilang kami ini jahat?" Rades berjalan mendekatiku. Nafasku tak teratur, jantungku berdegup tak karuan. Bagaimana ini? Tuhan! Kuatkan hamba.
"Kamu bicara apa sih sayang!" Rades merangkulku, menggantungkan salah satu tangannya di pundakku. Aku semakin sesak bernafas.
Ku lepaskan tangannya.