Mohon tunggu...
Lis Liseh
Lis Liseh Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker/Pengajar

Apoteker dan Pengajar di Pesantren Nurul Qarnain Jember | Tertarik dengan isu kesehatan, pendidikan dan filsafat | PMII | Fatayat NU. https://www.facebook.com/lis.liseh https://www.instagram.com/lisliseh

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Trouble Maker (Part 2)

19 Februari 2019   11:53 Diperbarui: 21 Maret 2019   11:53 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Denger ya Des, kamu tidak usah ngegertak aku. Jangan kamu fikir dengan gertakan kamu itu aku bakal takut. Ingat yah! Aku punya rahasia kamu."

"Oh ya? Tapi sayangnya aku udah tidak butuh dengan ancaman kamu. Silahkan kamu sebarin Rades tidak pernah takut."

"Eh, Rades! Kamu itu sebenarnya manusia macam apa  sih?" Ucapku sambil mendorong bahunya. "Setiap hari kerjaannya cuma bikin kekacauan, apa artinya kamu disekolahin?" Lama-lama aku tidak tahan ngeliat tigkahnya yang selangit. Apalagi sampai Raditku disakiti. Ku coba melawan rasa takut, dan akhirnya keluarlah kata-kata itu dan untuk selanjutnya aku tak tau akan seperti apa nasibku dibuat Rades.

"Eh! Aku ga' lagi ngomong  sama kamu." Rades membalas mendorong bahuku, "tadi disuruh ngomong malah mewek sekarang malah ngoceh, emang tidak ada senajata lain apa buat cewek ngelawan?"     

"Kamu tidak usah banyak cingcong." Herman kesal. Ia mendekatiku. Aku sedikit merinding, tapi sudah terlanjur basah, sekalian nyebur aja. Ku coba tarik nafas menenangkan diri, aku sudah bertekad dan kali ini aku tidak boleh gagal.  

            "Des ada guru yang datang," cegah salah seorang Geng TM lain yang berjaga di depan pintu.

"Beruntung kamu sekarang."

            "Ayo cepet Des, cabut."

Rades dan yang lainnya beranjak meninggalkan kelas. "Perlu kamu ingat jangan harap hidup kamu bakal tenang selama aku masih hidup," kata-kata terakhirnya itu membuat jantungku seolah ingin meloncat keluar dari tubuhku, hatiku ngilu seketika.

            Guru datang, Radit turut pula keluar dari kelasku. Aku menyesal. Tak seharusnya tadi aku memunculkan keberanianku untuk melawan Rades jika akhirnya seperti ini. Aku salah terka, jika berfikiran bisa merubah Rades. Dia adalah manusia yang hatinya telah hitam dan membatu. Mungkin takkan pernah ada perasaan kasihan dan tak pernah mengenalnya.

            Seandainya bisa, ingin rasanya saat ini aku pergi dan menghilang dari muka bumi karena aku tak punya cukup keberanian untuk menghadapi hari-hariku selanjutnya di sini. Karena aku rasa ancaman Rades itu tidak main-main. Bagaimana mungkin aku bisa menghadapinya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun