Mohon tunggu...
Reza Pratama Nugraha
Reza Pratama Nugraha Mohon Tunggu... -

A biologist, hobby membaca, suka berkhayal, dan ditumpahkan ke dalam tulisan dan gambar | illustrasi : http://liopolt09.deviantart.com/ |Blog: http://catatansikurakura.blogspot.co.id/ | Email : Liopolt09@gmail.com | Biologi Unsoed '13

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gunung Kawi

24 Juni 2016   23:48 Diperbarui: 24 Juni 2016   23:54 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bapak mungkin gak bisa liat, dia sekarang duduk di leher bapak.”

Aku segera panik memeriksa leherku, namun aku tidak bisa merasakan apa-apa. Satu hal yang kusadari, rasanya leherku dan bahuku terasa pegal akhir-akhir ini.

“Gimana pak? Gimana caranya untuk nyelamatin anak saya?”

“Saya rukiah, terus coba minumin air yang saya udah doain ini. Insyaallah anak bapak nanti siuman, tapi mahluk tersebut masih ngelekat di bapak. Setelah ini bapak harus ajak anak bapak ke tempat ke depan tempat pesugihan tersebut, jangan masuk ke dalam. Bapak tiup daunnya di depan anak bapak, dan insyallah juga mahluknya lepas dari bapak.”

Aku mengangguk menuruti, lalu dia mulai membuka Qur’an dan membacanya. Aku juga ikut berdoa, walau yang kuhafal hanya sekedar An-Nas, ataupun Al-Ikhlas, aku berjanji pada Allah bahwa aku akan bertaubat, shalat lima waktu, berpuasa senin kamis dan tidak ikut dalam hal yang aneh-aneh lagi. Saat itu istriku akhirnya siuman dan melanjutkan tangisnya, dia berkata bahwa ini semua salahnya, menyuruhku mengunjungi tempat terkutuk tersebut, dan aku segera memeluknya, berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja, semuaya akan kembali seperti sedia kala.

***

Di dalam mobil sambil memeluk Ria yang masih demam, mata Ucok sembab, mobil jeepnya kini berubah menjadi sedan butut. Katanya anaknya meninggal tak lama diriku berkunjung, kebunnya tak lagi berbuah, bisnisnya bangkrut, istrinya juga sakit-sakitan. Alhamdulilah katanya, kini dia bertaubat, dan tetangga yang peduli membantu keadaan keluarganya, kini mereka punya bisnis kecil-kecilan, tidak sesukses dulu, namun cukup membiayai hidup mereka. Dia dan istrinya hingga kini masih berduka soal anak mereka yang kecelakaan, mereka sangat menyesal sempat menjadi pesugihan, nasib yang persis seperti diriku kini.

“Saya bakar daunnya, saya langsung shalat taubat, gak mau berurusan sama yang kayak gituan lagi. Semoga mas Rian gak senasib sama saya, setiap hari saya mimpi buruk..”

“Mimpi apa mas Ucok?”

“Mimpi anak saya minta Tolong mas Rian, dan duh..”

Ucok saat itu menyeka air matanya yang mulai keluar deras, dan suaranya bergetar tak mampu berkata-kata. Aku menyuruhnya untuk tidak memaksakan diri menceritakan hal tersebut, dan aku bersyukur masih sempat menolong Ria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun