“Biasanya sampe kapan ini nunggu?”
Aku menatap jamku, sudah beberapa menit lagi hingga acara selametan di selanggarakan.
“Yah kalo hoki sekarang, mungkin berhari-hari, mungkin bertahun-tahun.”
Aku langsung menekuk mukaku, jika peruntungannya demikian tentu saja bahwa hal ini buang-buang waktu, atau setidaknya aku menginap, dan tidak mungkin kulakukan karena waktu akhir bayar hutang sudah dekat. Kini aku hanya bisa berharap sembako yang harusnya kusumbangkan pada orang miskin ini mau diterima eyang jugo, yang sesungguhnya sudah kaya dengan kambing dan ayam, dan mungkin butuh minyak untuk menggoreng, atau sayur untuk lalap, entahlah. Jelasnya kini waktu alarmku berbunyi, waktu upacara sudah mau dimulai dan kami langsung berdiri dengan orang-orang lain yang duduk di bawah pohon, berlari menuju tempat upacara.
Sampai disana sudah ramai orang-orang yang menunggu, lalu disuruhnya kami meletakan segala hal sesembahan di lapangan tepatnya di depan tungku yang berhadapan dengan hutan, sedangkan yang membawa hewan sesembahan disuruh bersiap-siap, mereka disuruh berada di baris depan, prioritas pikirku, dan Ucok menarikku biar bisa melihat katanya. Sang pendoa lalu datang, berpakaian hitam, lebih mirip dukun daripada priayi, memantikan serbuk-serbuk pada tungku kecil. Sang dukun membaca berdoa, komat-kamit, kupikir bahasa jawa bukan arab. Dia melepaskan sesuatu pada tangannya, membuat percikan api di tungku kecil tersebut. Kambing dan sapi lalu disuruh dilepaskan dari talinya, dan mereka berjalan secara berirama ke hutan.
“Di kembalikan ke alam, bentuk penghormatan ke alam” Ucap ucok berbisik.
Saat itu aku tahu bahwa hutan ini tidak besar juga, bisa-bisa kambing dan sapi ini berkunjung ke rumah warga, atau mungkin sudah ada yang menunggu di dalam hutan.
“Serius ini gak diambilin warga?”
“Enggak lah, kualat tahu, kualat!”
“Terus barang-barang yang bukan hewan ini mau diapain? Dibuang ke hutan? Dibakar? Disumbangin?”
Dia cuman bilang jika aku tidak percaya dan apalagi membuatnya tidak percaya, efek ritual ini akan hilang, dan setelah itu dia enggan berbicara padaku lagi. Saat itu kita disuruh berdoa bersama setelah itu dipimpin oleh dukun tersebut (aku kini hanya ingin menyebutnya dukun), sampai pada akhirnya doa sang dukun berhenti ketika sebuah cahaya flash keluar dari kamera seseorang.