"Beri orang itu pelajaran. Tapi jangan sampai membuatnya terluka parah, apa lagi masuk ICU seperti Menko Polhukam kita yang diserang teroris itu. Cukup buat dia jera. Mengerti?" perintah Adica.
Sebenarnya, Adica tak mau melakukan ini. Namun, Frater Gabriellah yang memulai duluan. Siapa yang menyakiti Silvi, dia telah mengguratkan luka di dada si kembar Calvin dan Adica.
Frater Gabriel datang. Seperti biasa, dia naik sepeda. Sepeda tuanya terparkir di antara motor dan mobil mahal milik civitas academica lainnya. Baru saja Frater Gabriel turun dari sepeda...
Buk! Buk! Plak!
Orang-orang bertubuh besar dan berwajah sangar menyerangnya. Mereka memukul, menendang, dan menampar Frater Gabriel sekuat tenaga. Frater bertubuh semampai itu blingsatan melawan mereka. Perlawanan tak seimbang. Dalam sekejap, Frater Gabriel tumbang.
"Berani lo nyakitin anak bos gue! Berani lo!" teriak salah satu penyerang.
"Siapa yang kalian maksud?" tanya Frater Gabriel menantang.
"Berani lo bikin Nona Silvi nangis!"
"Oh, jadi kalian suruhan Silvi?" balas Frater Gabriel.
"Pokoknya lo nggak boleh nyakitin Nona Silvi! Lo harus dateng ke pentas seni bareng dia!"
"Kalo saya nggak mau...?"