"Silvi nggak bakal diapa-apain. Si Gabriel jelek itu udah kukasih pelajaran biar nurut."
Gawat, Adica keceplosan. Wajahnya beerubah merah ke hijau lebih cepat dari lampu lalu lintas. Ccalvin melayangkan pandang setajam revolver.
"Jadi, Gabriel mau pergi sama Silvi karena kamu turun tangan? Kamu apain dia?"
"Eits, santai Twins. Cuma dipukulin orang-orang suruhanku. Biar dia nggak belagu."
Calvin melompat bangun dan meraih kunci mobil. Menghiraukan protes Adica, dia memacu mobilnya ke sekolah Silvi.
Pentas seni itu ramai sekali. Pengunjungnya membludak, campuran antara siswa sekolah Silvi dan sekolah lain. Kabarnya, ini pensi termegah dan paling "wow" tahun ini. Sekolah-sekolah lain melakukan semacam studi banding agar bisa mengadakan acara yang tak kalah megahnya kelak.
Mudah bagi Calvin untuk berbaur dengan pengunjung lainnya. Ia sering dikira kakak kelas atau anak kuliahan. Segera saja ia mencari Silvi. Calvin tahu, Silvi santai di hari H. Tugas kepanitiaannya berakhir sampai proses mendapatkan sponsor dan dana usaha. Dan anaknya itu menjalankan tugasnya dengan sempurna.
Nah, itu dia.
Calvin memposisikan diri dalam jarak aman. Dilihatnya Silvi berdua dengan Frater Gabriel di dekat panggung utama. Mereka menikmati persembahan lagu dari band bintang tamu ditemani dua gelas bubble tea. Silvi mengumbar senyum manis. Sedikit kelegaan menghangati hati Calvin. Sejauh ini, anaknya baik-baik saja.
Kelegaan Calvin berlangsung singkat. Saat Silvi menggamit tangan Frater Gabriel ke arah booth banana nugget, seorang perempuan muda menabrak Silvi hingga nyaris jatuh. Cinnamon roll bertopping coklat putih tumpah ke gaun Silvi.
"Ups...maaf. Maaf saya merusak kencannya pelayan Tuhan dengan manusia biasa." ejek perempuan itu.