Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pemilik Wajah Rupawan Mencintai Indonesia

17 Agustus 2018   05:58 Diperbarui: 17 Agustus 2018   06:30 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Calvin tersenyum bahagia. Balon-balon erinduan pecah di hatinya. Rindu itu, perlahan tertebus.

"Akhirnya kamu datang juga. Pasti kamu berbagi dulu." tukas Revan, pria berdarah campuran Minahasa-Portugis-Turki. Ia sepupu Silvi. Staf-stafnya di kampus sering menjulukinya Bos Bermata Hati, karena feelingnya kuat sekali. Mata batinnya tajam.

"Apa itu yang kamu bawa?" tunjuk Rossie ke arah dua tas kertas berukuran besar di tangan Calvin.

Sebagai jawaban, Calvin membukanya. Mengeluarkan isinya. Ditingkahi seruan "wow" dan ucapan terima kasih. Bukan Calvin Wan namanya kalau pulang dari luar negeri dengan tangan kosong. Tak pernah ia lupakan sahabat-sahabatnya. Kini ia datang membawakan teh bata untuk Anton, boneka panda untuk Julia dan Calisa, syal sutera untuk Rossie, sepatu Neiliansheng untuk Albert, Cloisonn untuk Revan, dan gelang bertatahkan giok untuk Silvi.

"Wow Calvin, thank you. Suka banget deh sama pandanya." Calisa memeluk boneka panda raksasanya erat.

"Aku tahu kamu pasti suka. Biar kamarmu jadi toko boneka."

Murah hati dan penyayang, sangat khas Calvin. Ia bergerak mendekati Silvi. Pandangan mereka bertemu. Silvi tersenyum tipis, memandangi gelang cantik yang dipegangnya.

"Mau kupasangkan?" tanya Calvin lembut.

Silvi mengangguk. Bibirnya terkatup rapat. Tak tahukah Calvin jika Silvi selalu merasa kehabisan kata tiap kali di dekatnya?

Dengan lembut, Calvin memasangkan gelang itu ke tangan Silvi. Sesaat tangan mereka bersentuhan. Aliran listrik ratusan volt serasa menyerbu jemari Silvi saat Calvin menyentuhnya. Partikel-partikel dalam darahnya berdesir.

Tangan Calvin bergetar. Degup jantungnya bertambah cepat. Ya, Allah yang Maha Cinta, sudah lama ia tak bertemu Silvi. Mengapa rasanya seperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun