Seakan tak terjadi apa-apa, situasi kembali normal. Mereka terus melewatkan kebersamaan. Melemparkan canda dan cerita. Private room di resto yang dikelola Anton ini dipenuhi atmosfer kehangatan.
Lama-kelamaan Revan makin yakin pada dugaannya. Silvi pun tak kalah cemas. Sejauh mereka perhatikan, Calvin lebih sering berdeham dari biasanya. Frekuensi yang berlebihan menurut mereka. Tak hanya itu. Calvin juga kesulitan menelan makanan dan minumannya. Beberapa kali ia terlihat kesakitan. Wajah tampannya sangat pucat.
Kekhawatiran menyergap hati Silvi. Ia tekan dalam-dalam perasaannya. Masih terekam nasihat Calvin. Tak perlu khawatir, begitu selalu katanya. Calvin tak suka Silvi terlalu mengkhawatirkannya.
Silvi hanya takut, Calvin menyembunyikan rasa sakit. Mungkinkah penyakit itu masih ada? Mungkinkah Calvin tak pernah sembuh sepenuhnya?
** Â Â
"Biarkan mereka menyelesaikannya." Revan berkata bijak.
Calvin meraih lembut tangan Silvi. Tergetar hati wanita itu. Mengapa tangan Calvin terasa dingin?
"Kalau urusan kita, kapan?" Rossie mengedip nakal, menjentikkan jarinya di depan wajah Revan.
Hening. Calvin dan Silvi bergandengan tangan ke balkon. Dihadiahi tatapan optimis sahabat-sahabat lainnya.
Penyakit iseng Albert kambuh. Ia merampas biola di pangkuan Julia.
"Aduuuh kau ini apa-apaan sih dokter bule? Kalau mau pinjam, bilang yang benar dong!" protes Julia.