Kedelapan sahabat itu berkumpul bersama. Duduk bersisian di sofa empuk. Saling bertukar cerita. Julia menceritakan kemajuan toko bunganya. Calisa mengungkapkan rencana ekspansi cabang cake shopnya. Silvi tanpa ragu mengisahkan progres butiknya. Selama ketujuh sahabat bercerita, Calvin hanya mendengarkan. Memutuskan tak ingin bercerita apa pun. Satu-satunya pria Tionghoa dalam lingkaran persahabatan itu lebih memilih menutup diri dan menutup hati. Enggan berbagi kisah hidup pada sesiapa.
"Eits, dari tadi malah kita yang cerita-cerita. Kita tanya dong sama yang baru pulang dari luar negeri." Anton mengangkat tangannya, mengisyaratkan yang lain diam.
"Oh iya. Gimana ekspansi perusahaan kamu, Calvin? Berhasil? Dan..."
Belum sempat Rossie menyelesaikan pertanyaannya, terdengar suara benda berat jatuh di karpet. Ternyata soft case milik Calvin. MacBook, iPad, iPhone, dan tabung-tabung obat berhamburan.
"Oh my God...sorry sorry." gumam Julia, memunguti barang-barang itu. Tak sengaja tangannya menyentuh dan menjatuhkan tas berharga itu.
Mengambil kesempatan dalam kesempitan, Albert kembali membuat julia kesal. Ia menyalahkan Nona cantik itu, bahkan sengaja menggunakan bahasa Jawa dan Jerman untuk mengejeknya. Anton menengahi. Sesaat kedua pria yang punya sedikit kesamaan darah itu saling lempar tatapan kesal. Albert dan Anton memang punya darah campuran Jawa, tapi keduanya sangat berbeda. Bila Albert fasih berbahasa Jawa dan sangat mencintai budaya Indonesia, Anton tak bisa berbahasa Jawa sama sekali. Dia lebih lancar berbahasa Belanda.
"Calvin, ini apa?" tanya Julia polos, menunjukkan tabung-tabung obat.
"Kamu...kamu belum sembuh?" Anton tergeragap.
Di luar kesadarannya, Calvin merebut obat di tangan Julia. Sukses membuat kening wanita berambut bergelombang itu berkerut.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ucap Calvin menenangkan.
Saat itulah Revan memandangnya lekat. Refleks Calvin membuang muka, menghindari tatapan sahabat blondenya. Benang konklusi ditarik Revan: Calvin menyembunyikan sesuatu.