"Dor! Ayo ketahuan, lagi modus sama Silvi ya?"
Tepukan keras mendarat di punggungnya. Calvin tersentak, lalu berpaling. Albert tersenyum nakal.
"Ku terjebak di ruang nostalgia..." senandung Calisa, mengedip cantik ke arah Calvin. Lalu merapat-rapatkan tubuhnya pada Anton.
"Kamu ini aneh ya, Calisa. Yang digoda Calvin, yang didekati malah aku." komentar Anton seraya mencubit hidung Calisa.
Calisa terkikik. Lalu menyandarkan kepalanya di pundak mantan peragawan yang kini menjadi barista dan pemilik resto itu.
Sejatinya, mereka berdelapan adalah mantan model. Perkenalan mereka berawal dari ajang pageants yang mereka ikuti. Lalu berlanjut ketika mereka bergabung ke agency yang sama. Mendapat kontrak eksklusif, jasa mereka dipakai banyak desainer ternama, sering fashion show, pemotretan, membintangi video clip, dan menjadi model iklan nyaris selalu bersama-sama. Kemana-mana tak terpisahkan. Delapan sahabat beda etnis itu sangat solid. Bahkan kini setelah tak jadi model lagi, persahabatan mereka makin erat. Mereka merasa terikat nasib yang sama, walaupun berbeda darah. Toh mereka berdelapan sama-sama berdarah campuran juga, kan?
Tak tahan duduk diam berlama-lama, Julia melangkah anggun ke depan grand piano. Diam-diam Albert mengikutinya. Julia menekan tuts piano, memainkan nada indah.
"You are my first romance, and I'm willing..."
"Eits, Nona Cantik...di hari lahir Indonesia malah nyanyi lagu Barat. Cintailah musik Indonesia." sela Albert jengkel. Menampar pelan tangan owner Julia Florist itu.
"Aaaah dokter bule! Ngapain sih ganggu-ganggu aku? Terus aku harus nyanyi apa dong?" gertak Julia kesal.
Keenam sahabat yang lain bertukar pandang. Tersenyum simpul. Susah payah menahan tawa. Nona cantik dan dokter bule, begitulah Albert dan Julia saling menjuluki.