Langkahnya ringan menyusuri pelataran bandara, seringan hatinya. Calvvin tak bisa berhenti mengekspresikan rasa bahagia. Akhirnya ia kembali, kembali ke negara yang dicintainya.
Koper yang dibawanya tak lagi terasa berat. Ia ingin cepat sampai di tempat pertama itu. Tempat pertama yang sudah dijanjikannya akan ia datangi setiba di Indonesia. Sudah terbetik janji, saatnya janji itu terealisasi.
Ponsel pintar berlogo apel tergigit ia aktifkan. Sesaat terpana mendapati ratusan notifikasi berebutan masuk. Menggerakkan trackpad, Calvin mencari sebuah nama. Time to video call, pikirnya antusias.
"Calvin...!"
Suara-suara jernih memanggil namanya. Wajah-wajah ceria menyeruak di layar. Mereka bertujuh tersenyum bahagia. Melambaikan tangan ke arahnya.
"Revan, Anton, Albert..." Calvin menyebut nama sahabat-sahabatnya.
"Julia...Calisa...Rossie..."
Tenggorokannya tercekat ketika akan menyebut nama terakhir. Oh tidak, demi Allah, ternyata gadis itu masih ada. Gadis bergaun biru pucat yang duduk dengan anggun di samping Revan.
"Sil...vi." kata Calvin terbata, haru dan bahagia mengacak-acak perasaannya.
"Cie cie...terjebak nostalgia nih?" goda Rossie, wanita cantik blasteran Sunda-Jerman itu.
"Yeee itu sih lagunya Raisa tauuuu." Anton, pria berdarah Jawa-Belanda itu, mengingatkan. Disambuti tawa renyah Rossie.