Misalnya, jalur zonasi bisa diberikan proporsi yang lebih besar, namun jalur prestasi tetap diberi ruang yang cukup besar untuk memberikan kesempatan bagi siswa berprestasi dari luar zona.Â
Dengan cara ini, kita tetap menjaga semangat pemerataan akses pendidikan tanpa mengorbankan motivasi siswa untuk terus berprestasi. Sistem ini akan mendorong persaingan sehat, sekaligus mempertahankan prinsip keadilan sosial.
Dampak jangka panjang dari pengabaian meritokrasi bisa sangat merusak bagi kualitas pendidikan di masa depan.Â
Jika siswa merasa bahwa usaha keras mereka tidak dihargai dalam sistem pendidikan, ini akan mematikan semangat kompetisi yang merupakan esensi dari perkembangan akademik. Siswa yang tidak merasa termotivasi untuk berprestasi cenderung tidak akan mendorong dirinya untuk mencapai potensi terbaik mereka
. Ini bisa menyebabkan penurunan kualitas lulusan secara keseluruhan, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas tenaga kerja dan inovasi di masa depan.
Tidak hanya itu, zonasi yang mengabaikan prestasi bisa membuat sekolah-sekolah yang dulunya unggul mulai menurun kualitasnya. Ketika siswa yang diterima di sekolah-sekolah tersebut tidak dipilih berdasarkan prestasi, kualitas output pendidikan juga bisa menurun.Â
Guru mungkin akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengelola kelas yang heterogen dalam hal kemampuan akademik, yang berpotensi memperburuk kualitas pembelajaran.
Untuk mencegah dampak jangka panjang yang merugikan ini, pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan zonasi. Sebuah sistem yang benar-benar adil harus mempertimbangkan keseimbangan antara keadilan sosial dan penghargaan terhadap prestasi.Â
Semangat kompetisi harus tetap dipertahankan jika kita ingin melihat generasi muda Indonesia yang terus termotivasi untuk belajar dan berprestasi.Â
Zonasi tidak boleh menjadi kebijakan yang membunuh potensi terbaik siswa, melainkan menjadi katalisator bagi terciptanya sistem pendidikan yang lebih adil dan kompetitif.
Jalan Keluar: Evaluasi Menyeluruh dan Reformasi Zonasi
Setelah menguraikan berbagai masalah yang timbul dari kebijakan zonasi sekolah di Indonesia, sudah jelas bahwa solusi untuk memperbaikinya tidak bisa hanya bergantung pada revisi teknis sederhana.Â