"Lo nggak usah pikirin hal itu, Ay" jawab Riska
Aya berusaha mengusap air matanya,
"Sebenarnya aku udah nyisihin uang buat bayar uang sekolah. Tapi tadi pagi ayah bilang kalo ibu guru Shiro juga menanyakan masalah uang sekolah Shiro. Aku ndak tega membuat Shiro kebingungan di sekolah kalau sampai di panggil sama gurunya mengenai masalah uang sekolah. Hiks....uang itu juga aku pake sebagian untuk beli beras, Ris"
Riska terdiam menatap Aya. Dia tahu betapa Aya sanggup berkorban apa saja demi ayah dan adiknya. Riska merasa salut selama ini pada sahabatnya itu. Usianya baru 17 tahun, tapi dia sudah menjadi tulang punggung keluarganya.Â
"Trus rencana loe selanjutnya apa, Ay?" tanya Riska khawatir.
Aya menggeleng lemah
"Aku nggak tahu, Ris. Hanya bisa pasrah. Jalan satu-satunya... berhenti sekolah" keluhnya.
"Tidak boleh gitu dong, Ay" tolak Riska kaget." Sayang banget kalo loe berhenti cuma gara-gara nunggak SPP 3 bulan"
Aya menunduk lemah,
"Aku bingung, Ris. Aku bingung mesti nyari uang kemana"
Riska seperti teringat sesuatu,