"Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia. Saya sama sekali tidak menganggap Yang Mulia lemah. Saya tahu kalau Tuanku Yang Mulia tidak pernah sekalipun merasa terbebani dengan semua tugas negara yang telah Yang Mulia jalankan. Tapi..." Ratu mengangkat kepalanya dan menatap raja dengan wajah penuh kesedihan dan kecemasan, "Sebagai seorang istri, apakah saya tidak boleh khawatir terhadap kesehatan Yang Mulia?" tanya Ratu.
Raja menatap Ratu dengan ekspresi penuh kasih. Perlahan ia meraih kedua tangan Ratu dan menggenggamnya dengan lembut,
"Maafkan kanda. Tentu saja dinda boleh mengkhawatirkan kanda. Kanda berterima kasih atas perhatian dan kekhawatiran dinda. Kanda merasa bersalah, karena membuat dinda harus melalui hal ini."
Ratu tersenyum haru menatap Raja,
"Yang Mulia..."
Raja tersenyum sebelum perlahan melepaskan tangan Ratu dan tampak menerawang,
"Kanda hanya merasa kalau Putra Mahkota belum siap untuk memikul tanggung jawab ini. Dia masih muda. Kanda ingin memberinya waktu lebih banyak" Raja menatap Ratu dan tersenyum " Selain itu, kanda tahu sebenarnya bukan hanya karena khawatir akan kesehatan kanda saja kan, yang membuat dinda meminta Putra Mahkota untuk kembali" goda Raja.
Ratu tersenyum malu,
"Saya memang tidak bisa menutupi dari Yang Mulia" ujar Ratu membenarkan,"Sejujurnya sebagai seorang ibu, dinda juga sangat merindukan Putra Mahkota. Selama 2 tahun ini, dinda lebih banyak mendengarkan suara Putra Mahkota melalui telepon. Putra Mahkota begitu menikmati hidup di negeri orang, sehingga lupa dengan ibu yang merindukannya di sini" keluh Ratu.
Raja tertawa kecil,
"Yah, kita juga tidak bisa menyalahkan Putra Mahkota bila dia jauh lebih kerasan berada di negara orang. Privasinya di sana jauh lebih terjaga dibandingkan bila dia berada di sini. Bahkan jumlah pengawalnya pun dikurangi" Raja menatap Ratu "Dinda pasti tahu... Putra Mahkota tidak suka dikelilingi oleh banyak pengawal"