"Kalau Mbak Memey gimana?" tanyanya.
Aya menggeleng lemah,
"Nggak mau, Ris. Aku sudah banyak hutang budi sama Mbak Memey."
Aya tampak termenung. Riska menatap sahabatnya dengan wajah sedih. Tiba-tiba Riska berdiri dan mulai berteriak marah,
"Iii... Bu Intan tega amat sihh! Masak ndak bisa ngasih dispensasi buat lo! Padahal selama ini udah berapa banyak coba, piala yang udah lo sumbangin buat sekolah ini. Lo termasuk murid berprestasi yang ikut andil mengangkat nama sekolah ini. Siapa sih yang tidak kenal dengan Ayamari Azayaka, juara lomba Matematika antar SMU, juara lomba debat, lomba pidato dan masih banyak lagi! Pokoknya sumbangan lo  buat sekolah ini sudah tidak terhitung lagi!! Eeehh, sekolah bukannya terima kasih kok malah ngancam mau ngeluarin lo! Ini tidak adil ! Habis manis sampah dibuang" cerocos Riska tanpa henti.
"Habis manis sepah dibuang kali, Ris" ralat Aya.
"Eh..ya..itu lah pokoknya!" jawab Riska.
Mau tidak mau Aya tersenyum kecil melihat sahabatnya yang setia membela dirinya. Aya meraih tangan Riska dan menariknya duduk,
"Tenang, Ris. Aku nggak nyalahin sekolah. Karena prestasi yang lo bilang tadI, aku dapat keringanan membayar uang sekolah hanya setengah. Sekolah tidak pernah sewenang-wenang kok, Ris." jelas Aya.
"Yah... nggak bisa cuman korting 50 % donk, Ay! Seharusnya lo mesti dapat beasiswa PENUH!" tegas Riska.
Aya menghela nafas,