"Ini kenapa ngomong nggak mau lihat mata dokter?" tanyanya dengan menatap sekilas ke arah mata saya.
"Dokteeer...," saya menguatkan diri menatap ke arah mata dokter dengan berlinangan air mata.
Dokter hanya diam dan bersabar mendengarkan saya yang sesengukkan bercerita.
BELAJAR MANDIRI
"Mama kamu itu sangat sibuk. Kamu harus bisa mengurus diri sendiri," kata dokter ke saya yang selalu berdiri di samping melihat dokter meracik obat.Â
Setelah obat selesai ditumbuk halus, saya dibiarkan ikut membungkus kertas obat.
Mama begitu sampai di rumah pasti dengan kesal mengeluarkan semua bungkus obat dan memarahi saya. "Udah dibilang ga usah ikut dokter bungkus. Ini bungkusan kamu hanya bikin obat masuk angin!"Â
Kejadian itu terus berulang hingga entah sejak usia berapa tiba-tiba, disuruh dokter meracik sendiri obat di rumah.
"Obat ini harus dipotong 4. Yang ini 2 dan ini 3. Nanti setelah dipotong kamu tumbuk yang halus. Kalau bingung cara potong, tanya mama," pesan dokter ke saya.
Suatu hari ada obat yang berbutir sangat kecil dan harus dipotong 4. Obat itu keras sekali sehingga membuat saya kesal dan terpikir untuk menumbuk semua lalu bagi 4. Tetapi, ketika sudah halus malah saya bingung untuk bagi.
Mama marah besar ketika dimintai tolong bagi.Â