Pertama kali dalam hidup, saya berusaha keras menahan air mata supaya tidak jatuh di depan dokter. Begitu menerima kertas resep, saya hanya bisa mengatakan terima kasih dengan lemah. Tidak riang seperti dulu.
Begitu besi pintu gerbang putih rumah ditutup, airmata langsung berjatuhan dengan deras. Baru kali itu pulang dengan perasaan berat tidak ringan dan riang gembira seperti kemarin.
Jaman sudah berubah. Saya bukan kanak-kanak lagi. Perkataan dokter Widhodho membuka mata dan pikiran saya lebar-lebar. Baru saya sadari bahwa tubuhnya membungkuk karena faktor usia bukan karena perbedaan tinggi badan kami. Rambutnya juga semakin memutih. Hingga kemarin, saya tidak pernah memperhatikan perubahan itu.
KESULITAN HIDUP
Pikiran saya  mendadak terbuka melebar kemana-mana.Â
Saya setiap sekali setahun menemani mama kontrol alat KB dan pap smear ke dokter kandungan yang membantu kelahiran saya. Setiap bertemu dokter itu pasti saya bisa melihat perubahan dari diri dokter itu.Â
Dokter itu pasti tidak menyangka bisa setiap tahun bertemu anak yang proses kelahiran baru pertama kali ditemuinya.
Mama karena lelah menunggu saya keluar dari rahim tak kuasa menahan kantuk hingga jatuh tertidur lelap di ruang bersalin. Papa yang menunggu di luar juga sama.Â
Saat semua sedang tertidur lelap itu, saya keluar sendiri hingga membuat kaget dokter dan suster.
Mama segera ditepuk supaya bangun untuk menyusui saya. Dokter berkata baru pertama kali menemui persalinan seperti ini. Suster pun iri dengan mama yang melahirkan sambil tertidur lelap.Â
Tahun berlalu dan akhirnya saya pun tahu ternyata alat KB gagal total menghalangi saya untuk lahir ke dunia.