"Kamu ke sini diantar siapa?" tanya suster. "Tidak ada. Saya naik bis sendirian dari kampus," jawab saya.Â
Saya waktu itu waktu beli obat di apotik depan yang ada di jalan besar, memperhatikan keadaan sekeliling sehingga meski tidak pernah naik bis tahu patokan untuk turun lalu lanjut jalan kaki.
Saat mengantri diperiksa dokter, mendadak saya menyadari perubahan jaman yang sangat besar.Â
Pasien anak dokter mayoritas batuk pilek tetapi bisa sibuk mengunyah cemilan kemasan yang dipegang mereka.Â
Dahulu saat berusia sama seperti mereka tidak ada anak yang sibuk nguyah sambil menyedot masuk ingus dan batuk-batuk. Saya sendiri paling takut saat buka mulut nanti ada sisa makanan dan kelihatan dokter karena bisa dimarahi.
Sepertinya dokter sudah bosan menegur atau masih tetap menegur tetapi orang tua dan anak tidak mau mendengar.
"Ini yang sakit kamu?" tanya bapak muda di sebelah saya. "Iya," jawab saya. "Kamu ini anak kuliah?" tanyanya lagi dan kembali saya mengiyakan.
"Kamu lihat pasiennya anak kecil semua. Kamu gak malu?" tanyanya lagi. "Nggak sama sekali!"jawab saya tegas lalu menjelaskan alasan. Setelah selesai, saya segera berkata ke anak laki usia sekitar 5 tahun yang sibuk ngunyah. "Dik, boleh minta tidak? Kakak lapar?" tanya saya yang gemas melihat anak itu terus silih berganti makan dan lap ingus serta batuk bersin.
Ternyata bapak muda itu bapaknya dan menyuruh untuk kasih semua ke saya lalu memarahi anak karena dari tadi makan terus.
Dokter kaget melihat saya datang sendiri. Saya masih ingat pertanyaan dokter saat kita bertemu.
 "Kamu waktu Mei 98, tidak apa-apa?"Â