“Kita duduk di sini.” Telapak kanan Maya menepuk bangku kayu.
Aku menurutinya. Masih dengan kebingungan.
“Udah, jangan tidur mulu. Tu bentar lagi matahari mau nongol.” Tangan Maya menunjuk ke ufuk sebelah timur.
Masih dengan mata yang berat aku mengikuti tunjukkannya.
“Nikmati Nald, siapa tahu ini yang terakhir,” kata Maya. Matanya bulat-bulat menatapku.
“Ah, jangan horor ah di pagi buta,” selaku.
Maya hanya tersenyum.
***
Laser, atau lebih tepatnya sih gelombang kejut, sudah selesai beberapa jam lalu. Menurut sang dokter batu itu sudah menjadi kristal kecil-kecil dan akan keluar secara alami. Tinggal ditunggu saja kapan harus ke kamar kecilnya.
Tapi, cukup sudah soal yang satu itu. Sekarang saatnya mencari orang yang subuh tadi iseng-iseng membangunkanku hanya untuk melihat matahari terbit.
Jarak dari kamar rawat ke gedung radiologi tidak begitu jauh.