Andre berusaha membuka mulutnya tapi dicegah oleh sahabatnya
"sudah, nggak usah di jawab. Yang penting kamu selamat. Jantung gue nyaris copot tahu waktu panitia menelpon gue. Kenapa bukan emak lo atau abah elu sih yang ditelpon? Gue kan jadi takut kalo lo sampe kenapa -- napa leher gue bakalan dipancung tahu!"
Andre menelan ludahnya dan berusaha tersenyum
"sumpah ya... wajah lu tuh sama kayak nggak ada dosanya. Ah... bte!"
"maaf!"
Aryo berdiri dengan gelisah
"sekarang gue yang bingung. Mau jelasin apa ke bokap lo? Bisa -- bisa nanti bokap lo mengobrak -- abrik petugas disana dan mengomeli petugas kebersihan,"
Andre cuma menghela napas dengan berat.
Semua memang salahnya. Coba seandainya dulu ia terlahir sebagai perempuan saja, ia tinggal menunggu dilamar saja atau setidak -- tidaknya menangis histeris sekuat -- kuatnya.
Daripada harus sok kuat seperti saat ini.
"hei! Kok bengong. Maaf, gue agak terbawa emosi tadi. Gue nggak bermaksud membentak lo. Lu lagi sakit tapi gue seperti mak lampir."