Aryo tersenyum lalu membelai rambut Andre. Dimatanya Andre bukanlah wanita yang tidak jelas. Bukanlah pria yang aneh. Yang dia Lihat adalah Andre. Andre yang dikenalnya saat pertama kali memegang batang pohon kelapa. Andre yang rapuh dan ketakutan. Andre yang sedih tanpa dukungan. Bahkan sampai hari ini Aryo masih melihat sisi itu di mata Andre.
"Aryo... You make me Scared, You know. Please, tell me something. Ngapain kita disini, udah mau gelap lagi."
"Ndree" Nada Aryo terdengar berat tapi lembut,"gue Cuma mau bilang satu hal ke elo,"
Dada Andre berdegup kencang. Pikirannya kosong. Ada apa ini?
"Kalao lu butuh... Bahu gue bersedia buat elo bersandar sekedar melepas lelah. Lu boleh menangis sekeras-kerasnya disisi gue. Gue nggak bisa beri lu banyak hal. Hanya ini yang bisa gue berikan ke elo."
Bibir Andre gemetar sejenak. Kilasan masa lalu tiba -- tiba menerjang di pelupuk matanya. Kabar tentang kematian ibundanya, lalu tentang masa lalu perihnya yang menyiksanya bertahun -- tahun seolah -- olah tanpa henti menyerbu tubuhnya.
"Bersandarlah sejenak dibahuku," Bisik Aryo Lembut. Matanya sendiri sudah berkaca -- kaca.
Andre terdiam. Tak menyangka ada timming seperti ini. Tidak merencanakan ditempat ini ia akan ditodong untuk jujur kepada hati sendiri.
"Gue sayang elo, Ndre... Gue nggak peduli lu gimana -- gimana. Gua Cuma bisa meminjamkannya sejenak. Mungkin lu lebih membutuhkan saat ini.
Andrea bagai terhipnotis, perlahan kepalanya merebah ke bahu Aryo. Tak terasa ia mulai menangis. Menangis sepuas -- puasnya sampai kegelapan bermain di tengah temaram lampu jalan.
****
BAB DELAPAN : SEBUAH KATA MAAF