Mohon tunggu...
Jagat Alit
Jagat Alit Mohon Tunggu... Novelis - Konten Kreator

Mantan Super Hero. Sekarang, Pangsiun. Semoga Berkah Amin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ganesha Sayang Ganesha Malang (PS)

31 Januari 2020   09:36 Diperbarui: 31 Januari 2020   09:47 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gunung Panca terdiri dari lima puncak yang mempunyai warna berbeda.
Hijau, Hitam, Biru, Ungu dan Putih. Puncak tertinggi berwarna putih dan selalu diselimuti kabut.
Tidak ada seseorang pun, bisa kembali turun dari puncak Putih.
Berhasil naik, tidak pernah turun.
Bisa turun, tidak akan selamat.

Turun luka berdarah, robek anggota badan. Turun keracunan, dan aneka sebab yang lain. Turun dalam kepayahan, tak lama kemudian, dijemput kematian.

Yang paling sering, naik tidak turun lagi. Hilang....tidak tahu kemana?

Tempat yang misterius ini yang di pilih oleh Santika dan Kinanti untuk membesarkan Ganesha.
Tempat yang membahayakan, namun menjadi tempat yang teraman bagi mereka bertiga!

***

Gunung Panca masih tegak menjulang tertutup kabut.

Udara dingin , angin mencicit, membeku menggigit tulang.

Beda sekali dengan keadaan di puncak Putih yang selalu tertutup kabut, ternyata ada sebagian kecil tempat yang cemerlang di timpa sinar matahari pagi, hanya seluas sepuluh meteran persegi. Kabut tinggal samar, di sini.

Angin menderu, bergulung gulung. Suaranya seperti lenguhan dari makhluk dari dunia lain.
Menerpa pepohonan, semak belukar, berderit, bersuit saling berlomba, menuju ke satu titik.

Sosok manusia yang duduk diatas batu datar.

Bersemedi!

Diam, mematung, larut dalam
penyerahan diri , menyatu dengan alam. Tubuhnya berpendar warna biru menyilaukan tertimpa sinar matahari.

Kontras dengan latar belakang yang putih berkabut.

Santika larut dalam penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Menyerap energi alam sebebas-bebasnya.

***

Sementara itu, di belakang Rumah Kecil yang terpencil itu.
Di ujung tanah datar, tidak jauh dari Santika bersemedi.

Nampak anak laki-laki yang berusia hampir sepuluh tahun.

Tubuhnya tinggi sedang, Wajahnya bulat tampan. Hidungnya mancung. Bibirnya selalu tersenyum.
Matanya bening berbinar binar, kulitnya putih dengan rambut berombak.

Sedang berlatih ilmu silat seruling. Kuda-kudanya mantap. Gerakannya lincah, dan cekatan.

Tusukan seruling, dan belahan seruling menimbulkan suara bagai jeritan naga kecil yang terbang melintasi langit, bermain dengan awan yang berarak.

Ilmu Bayangan Seruling Pencabut Nyawa, di mainkan. Semua jurus dan kembangan sudah sempurna di kuasainya.
Gerakannya matang. Tinggal tenaga dalam yang melembari jurus itu, yang masih harus di latih.

Walaupun begitu, tidak akan dengan mudah orang bisa mengalahkan bocah lucu yang selalu tersenyum itu.
Sifat dan wataknya berbanding terbaliknya dengan Ayahnya, Santika, Pendekar Seruling Biru, yang serius, jarang tersenyum.

Ganesha, suka tertawa, suka tersenyum, suka sekali bercanda dan menggoda.
Sifat yang diturunkan oleh Kinanti, ibunya. Yang sedang menemani Ganesha berlatih dengan duduk di samping rumah.

Kinanti si Bidadari dari Timur, terlihat semakin matang. Usianya kian bertambah namun kecantikannya tidaklah memudar.
Semakin cantik dan bersinar.
Kehidupan yang bahagia membuatnya selalu tersenyum, dan wajahnya selalu berseri-seri.

Rambutnya yang hitam panjang di gulung dengan tali sutera merah, senada dengan hiasan mawar merah ciri khasnya.

Baju berwarna putih cemerlang kontras dengan hiasan, tali rambut, dan selendang merah yang melingkar di pinggangnya yang langsing.

Itu selendang merah adalah senjata andalan. Yang mengangkat namanya sebagai pendekar wanita. 

Ia tersenyum bahagia, melihat anaknya yang rajin berlatih dan dari kejauhan melihat suaminya sedang bersemedi.

Gunung Panca, kali ini sangat lengang. Walaupun matahari manis cemerlang. Membagi sinarnya dengan sejuta kehangatan.

Namun, suara satwa yang biasanya mengisi keheningan dengan jerit dan celotehnya, kali ini tidak terdengar.
Sepi..hanya suara angin!

Alam memberikan pertanda?

***

Gunung Panca adalah tempat yang sembarang orang tidak bisa seenaknya datang dan pergi.
Tempat yang sangat berbahaya.

Selain banyak jurang terjal, keadaan tanah yang labil, jebakan-jebakan alam yang tersembunyi. Menyembunyikan binatang beracun, asap atau air beracun.
Bahkan tumbuhanpun hidup di situ, banyak yang beracun.

Tidak mudah untuk naik ke tempat itu.

***

Namun di pagi yang hening itu, dari sisi gunung sebelah barat.
Tepat di tebing yang curam dan berbahaya, terlihat empat titik warna, biru, kuning, hijau dan putih, bergerak cepat mendaki gunung Panca.

Empat tamu yang tidak di undang, menyantroni kediaman Santika.
Tamu-tamu yang berkepandaian tinggi.
Dengan lincah, seakan sudah terbiasa menghadapi medan perjalanan yang terjal dan berjurang curam.

Yang berpakaian putih tinggi kurus. Adalah Hrastu Bhumi, dan tiga yang lainnya adalah kambratnya yang baru.

Yang ia temukan di persembunyiannya, ketika ia terluka parah oleh Lingga si Jari Sakti.

Bersembunyi di seberang yang jauh dari Negeri Asoka. 

Di sebuah pulau, yang sesungguhnya adalah gunung es yang muncul kepermukaan laut.

Kontur tanah yang curam, terjal, dan tertutup salju abadi.

Tusukan jarak jauh Inti Gerhana, mengacaukan aliran darahnya.
Merubah susunan di dalam tubuhnya. Memporak perandakan, tenaga dalamnya.
Kesengsaraan begitu hebat.

Untuk nyawanya bisa terselamatkan, dengan berendam di kawah gunung yang bersalju itu.

Ia selamat, namun fisik dan tenaga dalamnya berkurang banyak.

Tubuhnya menjadi kurus. Ilmunya yang tertinggi yang mampu merubah dirinya menjadi raksasa dan ajian Gasing Maut, sudah tidak mampu di rapalnya lagi.

Kekuatanannya berkurang. Namun dendamnya semakin tinggi menyentuh langit.

Lingga, Denawa dan Santika, adalah nama-nama yang selalu membuat mimpi-mimpi buruk sepanjang persembunyiannya.

Ia harus membalas dendam. Apapun yang terjadi.

Maka setelah ia sembuh, meski kesaktiannya berkurang banyak, ia mencari bala bantuan. Para Tokoh Sesat di Pulau itu, dengan iming-iming harta.

Hrastu Bhumi, sejatinya kaya raya. 

Ia pernah menemukan harta karun di suatu kali petualangannya. Harta itu di sembunyikan. Dan sekarang di pergunakan untuk memikat kambratnya yang baru.

Dengan kecepatan yang di luar nalar, mereka berempat, dengan diam-diam berhasil mencapai puncak gunung Putih.
Dari hasil penyelidikan Hrastu Bhumi, jalan naik yang ditempuh itu adalah jalan yang tersulit. Namun jalan yang paling aman.
Tidak ada jebakan-jebakan alam yang beracun dan berbahaya.

Mengapa Santika yang di pilihnya sebagai sasaran pertama?

Hrastu Bhumi, menganggap Santika adalah musuh yang terlemah. Apalagi ia di bantu kambratnya, yang ia pilih, bukan penjahat-penjahat kacangan.

Setelah di Santika, ia berencana menumpas Denawa. Dan yang terakhir, Lingga, yang telah menyelakai, hingga dirinya seperti ini.

***

Udara dan panas yang menghangatkan tubuh. Semua energi alam di serap sempurna oleh Santika.

Semua energi itu, di pergunakan untuk menyempurnakan ajian Kasih Pemutus Duka.

Dalam hening semedinya, tiba-tiba firasat buruk menerjang kesadaraannya. 

Apalagi ketika ia mendengar teriakan perkelahian, dan suara melecut selendang milik Kinanti istrinya.

Secepat kilat di sambarnya seruling biru yang ada di depannya. Tubuhnya berkelebat seperti meteor, melesat membawa cahaya putih. Ia langsung merapal ajian Kasih Pemutus Duka, dengan mengalirkan jurus, Bianglala Pengejar Roh.

Perasaannya memberitahukan bahwa ada musuh-musuh tangguh menyerbu kediamannya.

***

Sebelumnya..

" Ha..ha..ha..wanita cantik, masih ingatkah dengan aku?," Hrastu Bhumi dan tiga kambratnya muncul di hadapan Kinanti yang sangat terkejut. Dari belakang jurang yang curam dan terjal dapat muncul orang-orang yang aneh.
Pasti, mereka berkepandaian tinggi. Dan bermaksud buruk.
Tidak ada seorang tamupun, yang datang bertamu lewat belakang.

Kinanti mengingat-ingat siapa Laki-laki gundul kurus bermuka pucat ini. Tertawanya yang keras membahana, sepertinya ia pernah mendengarnya. Lupa-lupa ingat.

" Hai..anak montok siapa itu, waduh..pandai bersilat pula," pandangan Hrastu Bhumi, tertarik dengan Ganesha yang berlatih silat.

" Hiya..ayo seranglah, Paman Hrastu,.hiaatt..," Hrastu Bhumi melenting ke arah Ganesha.
Melancarkan serangan, sunguh-sungguh.

Kinanti terkejut ketika ia mendengar laki-laki kurus pucat itu mengaku sebagai Hrastu Bhumi.
Ohh..Kinanti melengak kaget. Hrastu Bhumi, pemberontak itu. Pantas tawanya seperti ia kenal.

Dengan sebat Kinanti melenting ke arah Ganesha, berusaha menyelamatkan anaknya. Namun lentingannya terlambat satu langkah.

Wanita cantik berbaju hijau menor itu, mencegah geraknya. Karena tiba-tiba dari balik punggungnya, terlontar cemeti ekor sembilan bak tangan-tangan gurita beracun.

Dengan sigap..

Kinanti menggeletarkan selendang merahnya, memapaki serangan dari wanita aneh yang berpakaian hijau pupus. Wanita yang bersenjata cemeti ekor sembilan yang beracun.
Wajahnya cantik, tapi dandannya sangat menor. Seronok.

Setiap gerakan cemeti ekor sembilan itu, selalu menerbitkan bau amis yang menjijikan dan beracun. Remona Iblis Cantik Ekor Sembilan, kambrat Hrastu Bhumi, menyerang dengan ganas.

Kinanti, kosentrasinya terbagai antara menyerang, mempertahankan diri atau ia menyelamatkan Ganesha.

Ganesha yang sedang berlatih silat, berhasil di tangkap oleh Hrastu Bhumi yang berubah tinggi kurus botak berkulit pucat, berbaju putih longgar!

Hrastu Bhumi berhasil meringkus Ganesha,

" Ha..ha..ha..bocah tengik. Lihat ibumu, sebentar lagi akan mampus," tawanya mengerikan, dan cengkeraman di rambut panjang Ganesha semakin di perketat.

Ganesha, tergantung-gantung dalam cengkeraman Hrastu Bhumi. Bocah itu tertotok rupanya.

Kinanti semakin terdesak.

Angin dingin masih bertiup
Matahari mulai bergeser
Gunung Panca yang biasa hening
Ada api mulai membakarnya

Ganesha yang telah di kuasainya di sangkutkan di salah satu pokok pohon mati yang ada di pinggir tebing.

Jalan darah bergeraknya ditotok, dan otot gagunya juga.
Ganesha kaku, terayun-ayun di udara.
Meskipun dalam posisi seperti itu, naga kecil itu tidaklah menangis. Matanya yang besar bulat terpentang lebar dan tidak mengenal takut!

Hrastu Bhumi dengan kepercayaan diri, keyakinan tinggi akan mampu mengalahkan Santika, dan Kinanti, sehingga ia tidak memakai cara licik, untuk menekan Santika dengan menyandera anaknya.

***

Kinanti, melihat Ganesha tidak berada dalam cengkeraman Hrastu Bhumi, lega hatinya.

Ia kembali kosentrasi mempercepat serangan kepada Si Iblis Wanita yang mencecarnya dengan suara cemeti yang meledak-ledak di udara, dan tawa genit yang melengking, menggetarkan jantungnya.

Untung saja, suara seruling bagai jeritan naga marah di angkasa membelah cuitan angin yang dingin melabrak datang, langsung terjun ke gelanggang.

Sabetan seruling baja biru mengaung mengusung ajian Bianglala Pengejar Roh, mengagetkan si Iblis Cantik, yang dengan sigap memutar cemeti ekor sembilannya menjadi baling-baling memunahkan terjangan Santika.

Hrastu Bhumi, segera memberi kode untuk mengeroyok Santika.

" Santika hati-hati, yang gundul pucat, itu Hrastu Bhumi," teriak Kinanti memperingatkan Santika.

Santika melengak mendengar teriakan Kinanti. Ia membatin, beda sekali Hrastu Bhumi yang sekarang dengan yang dulu, bak bumi dengan langit. Kalau tidak diberitahu, tak akan percaya jika si tinggi kurus pucat itu adalah Hrastu Bhumi. Belum sempat memperhatikan dengan seksama, angin panas dan angin dingin telah melabraknya.

Dua laki-laki kurus ternyata kembar identik. Sama persis perawakan dan bentuk wajahnya, tidak ada perbedaan secara lahiriah.

Yang membedakan adalah pakaiannya yang satu serba kuning, yang lainnya warna biru.
Kulit keduanya sama-sama hitam, begitu kontrasnya dengan warna pakaiannya.

Satu lagi, tenaga dalam yang dimiliki berbeda. Yang kuning tenaga dalamnya berprebawa panas mengedigkan.
Yang biru tenaga dalam dingin membekukan.
Santika tidak ayal lagi, apalagi Hrastu Bhumi membantu mengeroyok dengan merapal ajian barunya, Badai Es Menerjang Bukit.

Santika, membentengi tiga serangan tingkat tinggi. Diputarnya seruling biru, sekaligus merapal ajian Bayangaan Seruling Pencabut Nyawa di lambari tenaga dalamnya Kasih Pemutus Duka.

Sinar putih terang benderang menyelimuti tubuh birunya.
Dari putaran seruling yang menjadi benteng pelindung, meloncat cahaya putih bagai loncatan meteor.

Dari tangan kiri di dorongnya tenaga meteor memotong serangan dingin dari Si Kembar Baju Biru, Krepa yang melontarkan ajian Semburan Es, terdengar bunyi ledakan yang melontarkan percikan serpihan es yang berhambur ke udara dan mendorong tubuh si Krepa terbang ke udara dengan melontarkan gumpalan darah dari mulutnya.

Dan kibasan seruling birunya melontarkan dua tiga meteor yang menderu menghantam Si Krepi telak, karena Pukulan Matahari Sejengkalnya, kalah kuat dari Kasih Pemutus Duka.

Dua kambratnya tumbang!

Hrastu Bhumi, tidak menyangka, Santika yang dulu tingkatannya masih jauh di bawahnya, ternyata sekarang lebih sakti.

Hanya dengan sekali pukul dua kambratnya tumbang, semua karena salah perhitungan. Mereka menganggap enteng sepasang pendekar ini.
Sekali lagi Hrastu Bhumi kecele.
Santika melepaskan serangan dengan tenaga dalam level tujuh, tanpa basa-basi karena tahu siapa yang dihadapinya. Dulu di geger Bhumi Langit ( lihat Kisah Jari Sakti ), Santika pernah dipecundangi oleh Hrastu Bhumi.

Pukulan Badai Es Menerjang Bukit, sudah terlontar bergelombang, susul menyusul.
Menghantam ke arah Santika yang dalam posisi terbuka, karena habis melontarkan pukulan ke dua jurusan yang menyedot enam bagian tenaga dalamnya.

Untung saja, dengan gesit, Santika berhasil menutup lobang kelemahannya, Bianglala Pengejar Roh miliknya sudah mencapai tingkatan yang tertinggi, mengalir secara spontan seperti aliran darahnya sendiri.

Otaknya berfikir, tenaga dalam menyebar secara otomatis memberikan perlindunganm maupun serangan balik.

Serangan Hrastu Bhumi, tidak berhasil menembus pertahanan Santika, meskipun tenaganya sangat dahsyat, tapi serangannya bagaikan hujan es yang membadai, seolah-olah memasuki pusaran api yang bergolak. Plass..runtuh!

Santika berhasil memperbaiki posisinya. Seruling baja birunya di getarkan kembali, tenaga dalam Kasih Pemutus Duka tingkat sembilan di rapalnya.

Lengkingan naga marah membersit dari tubuh Santika menjelma menjadi sosok naga putih terang benderang, melesat bagaikan meteor mengejar ke arah Hrastu Bhumi yang mati-matian menyelamatkan diri, dengan membuang diri ke belakang dan menjejakkan kaki kurusnya melejit tinggi sepuluh depa. 

Mengelakkan hujan meteor berbentuk naga itu dan serangan suara lengkingan naga yang mengganggu jantungnya.

Sambil memperbaiki posisinya, Hrastu sempat melirik kepada Krepa, Krepi dan Remona.

Krepa dan Krepi saling menolong dengan bergantian mengobati dan menyalurkan tenaga dalam.

Remonapun terlihat keteter!

Kinantipun mempunyai ilmu simpanan yang tidak kalah dahsyat. Kinanti mendapat ilmu baru hasil paduan senjata selendang dan senjata rahasia mawar merahnya.

Ajian yang bisa dilontarkan bersamaan. Saat ia menyabetkan selendang, senjata rahasia mawar merahpun bisa sekalian menyerang lawan.
Tarian Hujan Mawar.

Selendang merahnya yang bisa mengeras dan lentur berhasil membuat dua lembar cemeti Remona putus terbakar.

Belum lagi hujan mawar merah membuat sibuk Remona.
Mawar merah yang terbuat dari lempangan baja tipis, bila di lontarkan dengan tenaga dalam akan berubah sekuat dan setajam pisau belati yang di lempar.

Satu, dua berhasil melukai pundaknya. Membuat gerakan Remona menjadi mengendur.

***

Hrastu Bhumi, terus mundur dan menghindar, kembalinya ke Negeri Asoka untuk membalas dendam, ternyata tidak berjalan mulus.
Musuhnya semakin meningkatkan ilmu dan kesaktiannya, sedang dirinya sendiri, malah banyak kehilangan kesaktian akibat tusukan Inti Gerhana.
Ia menciptakan ilmu yang baru, ternyata tidak mampu menghadapi kesaktian Santika.

Malah dirinya terdesak dengan serbuan meteor yang tidak semakin melemah, malah semakin kuat.
Santika merapal ajian tingkat ke sepuluh, level tertingginya.

" Hiaaaa..," teriakannya mengiringi serangan yang membadai. Hrastu yang terdesak dan sudah kerepotan, terpaksa mengadu tenaganya.

Cahaya putih seterang meteor bertemu dengan sinar biru menggiriskan , meledak di udara, menerbitkan loncatan cahaya bagai kembang api diudara.

" Blaaammm!"
" Oohh!"

Santika merasakan gelombang angin pukulan dingin ke arah dadanya. Secepat kilat Santika melejitkan badan kebelakang, pukulan itu berhasil di hindarinya. Dan dengan kekuatannya ia berhasil menetralisir semua hawa dingin yang menyerangnya.

Di lain pihak, serangan meteor dari Kasih Pemutus Duka, berhasil lolos dari pertahanan Hrastu Bhumi, pukulan itu melenceng sedikit dari sasaran, karena Santika harus mengelakan serangan.

Pukulan Kasih Pemutus Duka menyengat Hrastu Bhumi. Sengatan rasa dinginpun menghantam pundak kirinya, terasa sangat sakit, bahu dan tangan kirinya terasa sangat dingin. Mungkinkah hancur pundaknya?
Keadaan tidak menguntungkan Hrastu, gawat dan membahayakan. Ia harus secepatnya mengambil keputusan.

Hrastu Bhumi, secepat kilat memberikan kode " mundur " .
Para kambrat tidak berpikir dua kali.
Krepa dan Krepi secepat kilat melejit dan melompat ke arah tebing jurang tempat dia datang.

Remona melepas Kinanti, meledakan cemeti ekor tujuhnya,
menyerang tujuh tempat berbahaya dari Kinanti yang membuatnya mundur untuk mengelak.
Dan kesempatan itu di gunakan Remona meninggalkan gelanggang, melayang jauh dan menukik ke tebing jurang, dari mana ia datang juga.

Hrastu Bhumi, yang terluka dan mencoba meloloskan diri. Mengikuti kambaratnya sudah berhasil lolos meninggalkan tempat berbahaya itu.

Dengan cerdik ia melepaskan pukulan jarak jauhnya dengan tangan kanannya. Walau tenaga berkurang namun masih sangatlah berbahaya. Pukulan di lancarkan, bukan..ke arah Santika, namun ke arah jauh..ke arah Ganesha yang di gantung di pokok pohon di pinggir jurang.

" Jangan...!," teriak Kinanti memburu secepat kilat ke arah Ganesha..namun terlambat..

Santika dengan kekuatan tenaga dalamnya, berusaha menggetarkan seruling baja birunya, loncatan meteor terang berusaha memotong pukulan jarak jauh Hrastu Bhumi, tidak berhasil juga..hanya bisa membelokkan arah pukulan.

Bukan menghantam langsung tubuh Ganesha, akan tetapi pukulan itu telak menghajar pokok pohon tempat Ganesha tergantung.

" Daaarrr," suaranya menggelegar dan tumbanglah pohon itu, rubuh ke arah jurang.
Bersama..tubuh Ganesha..

" Ooo..anakku Ganesha," Kinanti melepaskan selendangnya melibat ke arah jatuhnya pokok pohon itu..
Pohon terlibat, terlilit, namun tubuh Ganesha terus meluncur ke bawah jurang..

Santika dengan kemampuan ilmu ringan tubuhnya secepat anginpun, terlambat. Dalam posisi mengambang di udara, pekiknya meneriakan nama anaknya yang terus meluncur ke bawah jurang.

" Ganeshaaaaaa.. ," semua sia-sia dan terlambat.
Santika dan Kinanti sampai di tepi jurang bersamaan.

Hanya bisa menatap nanar dan terpana.
Sudah 30 depaan jaraknya tubuh Ganesha meluncur cepat ke bawah..
Gunung Panca di puncak tertinggi. Dan Ganesha meluncur bagai peluru.

Tidak akan bisa di selamatkan.
Tidak akan bisa selamat.
Kecuali..

Dengan mata kepala sendiri, Santika dan Kinanti melihat bayangan besar berwarna merah seperti burung raksasa menyambar tubuh Ganesha, dan..

Kemudian tubuh Ganesha dan bayangan merah besar itu, lenyap menerjang rimbunan dedaunan yang menutupi jurang di bawah sana.

Kinanti tidak kuat menahan pukulan batinnya, semula ingin meronta dan meloncat menyusul Ganesha. Untung saja Santika cepat tanggap dan menangkap tubuh Kinanti, saking menyesalnya ia pingsan seketika!

Ohhh... Anakku Ganesha Sayang, Ganesha Malang

Selamat pagi

JAGAT ALIT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun