Diam, mematung, larut dalam
penyerahan diri , menyatu dengan alam. Tubuhnya berpendar warna biru menyilaukan tertimpa sinar matahari.
Kontras dengan latar belakang yang putih berkabut.
Santika larut dalam penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Menyerap energi alam sebebas-bebasnya.
***
Sementara itu, di belakang Rumah Kecil yang terpencil itu.
Di ujung tanah datar, tidak jauh dari Santika bersemedi.
Nampak anak laki-laki yang berusia hampir sepuluh tahun.
Tubuhnya tinggi sedang, Wajahnya bulat tampan. Hidungnya mancung. Bibirnya selalu tersenyum.
Matanya bening berbinar binar, kulitnya putih dengan rambut berombak.
Sedang berlatih ilmu silat seruling. Kuda-kudanya mantap. Gerakannya lincah, dan cekatan.
Tusukan seruling, dan belahan seruling menimbulkan suara bagai jeritan naga kecil yang terbang melintasi langit, bermain dengan awan yang berarak.
Ilmu Bayangan Seruling Pencabut Nyawa, di mainkan. Semua jurus dan kembangan sudah sempurna di kuasainya.
Gerakannya matang. Tinggal tenaga dalam yang melembari jurus itu, yang masih harus di latih.
Walaupun begitu, tidak akan dengan mudah orang bisa mengalahkan bocah lucu yang selalu tersenyum itu.
Sifat dan wataknya berbanding terbaliknya dengan Ayahnya, Santika, Pendekar Seruling Biru, yang serius, jarang tersenyum.