Anggaran yang dialokasikan untuk KUA dari seluruh biaya peristiwa nikah adalah 80%. Angka 80% ini dibagi dua dengan Kandepag Kabupaten/Kota, dengan rincian KUA mendapat jatah jatah 80% dari total pendapatan sementara Kandepag Kabupaten/Kota sebesar 20%. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No. 71 tahun 2009 Pasal 5 ayat 3. Namun penggunaan ini, seperti dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 4, harus dengan pertimbangan Kepala Kandepag Kabupaten/Kota dalam menentukan skala prioritas kebutuhan KUA. Artinya, jalur KUA untuk mencairkan anggaran untuk biaya operasional memang sudah mengalami kesulitan secara legal.
KUA memang diberi dana tambahan sebesar Rp. 1.000.000,- untuk operasional sebagai kompensasi dari dihapusnya peraturan mengenai kebolehan KUA menarik biaya bedolan bagi setiap catin pada tahun 2007. Namun biaya ini juga belum mencukupi operasional KUA, sebab;
"Dana sebesar 1 juta, yang katanya untuk biaya operasional pun, tidak khusus diperuntukkan bagi penghulu yang melakukan pencatatan pernikahan di luar kantor, melainkan untuk keperluan kantor secara keseluruhan operasional KUA, dan harus memerlukan SPJ."
Jumlah peristiwa perkawinan di Propinsi DKI Jakarta sendiri pada tahun 2009 sebesar 58.479. (Hermansyah, 2010) Artinya, rerata persitiwa perkawinan di propinsi DKI Jakarta adalah 4.873 peristiwa per bulannya dan 111 peristiwa nikah per bulan di setiap KUA dari 44 KUA yang ada di DKI Jakarta. Jika mengacu pada Surat Dirjen Perbendaharaan No. PER-32/PB/2009 dan PMA No. 71 tahun 2009, maka jumlah biaya yang diterima KUA per peristiwa nikah adalah sebesar Rp. 19.200,-, sedangkan untuk Kandepag adalah sebesar Rp. 4.800.
Dengan jumlah penerimaan di atas dan mengacu pada data peristiwa nikah tahun 2009 di Propinsi DKI Jakarta, maka anggaran yang dapat diterima KUA sebagai biaya operasional dari biaya pencatatan nikah selama tahun 2009 adalah sebesar 58.479 x Rp.19.200 = Rp. 1.122.796.800,-. Sedangkan untuk pihak Kandepag adalah sebesar 58.479 x Rp. 4.800,- = Rp. 280.699.200,-. Dengan demikian, masing-masing KUA mendapat anggaran sebesar Rp. 25.518.109,- selama satu tahun atau sebesar Rp. 2.126.509,- per bulannya. Biaya ini belum dikenakan potongan pajak dan potongan wajib lainnya.
Dengan biaya sebesar tersebut di atas dan hanya ditambah biaya sebesar Rp.1.000.000 dari Kementerian Agama pusat, maka sangat minim membiayai operasional sebuah kantor yang membutuhkan banyak keperluan. Belum lagi dengan sulitnya mencairkan anggaran dan bentuk anggaran yang turun tidak dalam bentuk tunai, melainkan berupa barang keperluan.
1.3. Biaya Ideal Pencatatan Perkawinan
Berapa besaran ideal biaya pencatatan pernikahan di KUA untuk saat ini, agar mencakup seluruh kegiatan KUA? Sejumlah kepala KUA yang hadir pada diskusi terbatas dalam pengumpulan data penelitian ini, menyatakan bahwa untuk menentukan besaran biaya ideal administrasi pencatatan perkawinan di KUA harus mengestimasi tupoksi, kebutuhan operasional, dan kondisi geografis di mana KUA berada. Setelah itu, diperhitungkan pula cara dan frekuensi pencairan anggaran.
Setiap kepala KUA memiliki pandangan yang berbeda mengenai besaran biaya ideal administrasi pencatatan perkawinan. Ada yang menyatakan bahwa biaya ideal pencatatan perkawinan saat ini seharunsnya antara Rp. 350.000,- hingga Rp. 500.000,-. Kepala KUA Pasar Minggu, misalnya menyatakan, bahwa;
"Bicara ideal pernikahan agar betul-betul tercover seluruh kegiatan KUA, menurut pandangan saya, maka biaya pernikahan yang layak saat ini adalah sebesar Rp. 50.000,-. Ini hanya untuk pencatatan administrasi, belum termasuk biaya transport jika penghulu menikahkan catin di luar KUA dan di luar jam kerja. Kalau untuk untuk menutupi itu semua, apa lagi jika penghulu juga merangkap tugas lain, seperti memberikan khutbah, pembaca do'a, memandu pembacaan shighat nikah, dan menjadi wali pengantin perempuan, maka paling tidak biaya administrasi perkawinan adalah sebesar Rp. 200.000,-, dengan rincian Rp. 50.000,- untuk pencatatan administrasi perkawinan dan Rp. 150.000,- untuk jasa profesional penghulu."
Pihak Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta sendiri, pada tahun 2007, pernah mengajukan rancangan kenaikan biaya administrasi perkawinan. Rancangan ini tertuang dalam Surat Kepala Kanwil Departemen Agama bernomor Kw.09.2/1/Kp.001/490/2007. Jumlah besaran biaya yang diusulkan adalah sebesar Rp. 300.000,- dan Rp. 500.000,-. Rincian alokasi penggunaannya adalah sebagai berikut;