Mohon tunggu...
Ismail Zubir
Ismail Zubir Mohon Tunggu... -

Peneliti Balitbang Kementerian Agama RI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Biaya Riil dan Ideal Nikah di Kantor Urusan Agama (kua) Propinsi Dki Jakarta

1 Februari 2011   06:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:00 10534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pihak KUA, pada saat catin pertama kali mendaftarkan diri untuk melakukan pernikahan, selalu menginformasikan prosedur hingga biaya administrasi pencatatan perkawinan. Para penghulu sendiri juga selalu diberi pengarahan untuk selalu memberitahukan besaran biaya administrasi perkawinan yang harus dibayarkan masyarakat. KUA sendiri, seperti KUA Pasar Minggu, kini juga sudah melengkapi diri dengan spanduk pengumuman mengenai besaran biaya administrasi perkawinan di bagian depan kantor dan memasang bagan alur pendaftaran pencatatan perkawinan yang harus dilakukan masyarakat.

Namun demikian, sejumlah anggota masyarakat, mengatakan bahwa mereka tidak membayar biaya administrasi sebesar Rp. 30.000,-. Besaran biaya yang mereka bayarkan berkisar antara Rp. 150.000 hingga Rp.1.000.000,-. Sebagian besar dari mereka juga tidak mengetahui jumlah biaya pencatatan administrasi perkawinan yang sebenarnya dan pihak KUA juga tidak memberi tahu. Beberapa informan dari anggota masyarakat mengatakan bahwa biaya yang mereka keluarkan itu hanya sebagian kecil yang dialokasikan untuk administrasi pencatatan perkawinan dan sebagian besarnya untuk pihak penghulu, terutama biaya transport. Bahkan, menurut sebagian informan, ada penghulu yang terang-terangan meminta biaya namun tidak sedikit juga yang mengakui bahwa mereka memberikan sebagian besar kelebihan uang administrasi perkawinan untuk pihak penghulu sebagai ucapan terima kasih dan transport.

Berkenaan dengan kontroversi ini, pihak KUA sendiri, mengakui mereka menerima biaya tambahan selain biaya administrasi resmi sebesar Rp.30.000,-. Uang tersebut biasanya dianggap sebagai transport atau uang kerahiman. Praktik-pratik penghulu meminta kepada pihak catin tidak dibenarkan. Seperti dikemukakan Kepala KUA Pasar Minggu;

"Persoalannya adalah pihak-pihak ketiga, mereka yang mengondisikan, baik itu saudara atau siapa pun. Orang ketiga ini meminta kepada calon pengantin, misalnya sebesar Rp. 1 juta, namun yang disetorkan ke KUA padahal hanya Rp. 200 ribu hingga Rp. 300 ribu. Si pengantin sendiri mungkin saja tidak keberatan dengan biaya sebesar Rp. Ribu hingga Rp. 300 ribu, namun yang mencuat ke permukaan biasanya adalah biaya yang dibayarkan melalui orang ketiga. Orang-orang yang mengurus langsung  ke KUA biasanya mengatakan bahwa biaya sebesar Rp. 30.000,- sangatlah amat sangat kecil."

"Setiap orang yang datang ke KUA dan bertanya berapa biaya menikah, mkaa kami akan pastikan dulu, yang dimaksud biaya menikah atau pencatatan menikah? Kalau biaya pencatatan jelas ada PPnya, No. 47 tahun 2004 adalah Rp. 30.000,-. Terus kalau ada yang bertanya, bagaimana dengan penghulunya sekalian, untuk urusan itu, maka kewajiban (membayar administrasi perkawinan) sudah dilaksanakan yang sebesar Rp. 30.000,-, nah sekarang untuk itu terserah keikhlasan atau kerahiman mau kasih berapa ke penghulu. Kita tidak pernah mematok, karena jangan sampai nanti ada bahasa, ko biayanya besar, padahal yang kasih mereka sendiri. Kepada setiap penghulu selalu dikatakan, jangan sampai kita mengondisikan. Jika kewajiban Rp. 30.000,- sudah terpenuhi, maka selebihnya terserah pengantin mau kasih berapa."

Pihak KUA mengatakan, bahwa uang lebih yang mereka terima dari masyarakat, atau biasa mereka sebut sebagai uang kerahiman, dipergunakan untuk biaya transport karena harus menikahkan ke luar KUA dan sebagai uang lelah karena harus menikahkan di luar jam kantor. Terlebih pada peristiwa pernikahan yang berada di wilayah Kepulauan Seribu, yang memiliki kendala geografis lebih tinggi. Seperti dikemukakan Kepala KUA Kelapa Gading, yang pernah bertugas di Kepulauan Seribu;

"Pelaksanaan pernikahan di Kepulauan Seribu bisa memakan waktu satu hari untuk satu pernikahan. Misal di Pulau Lancang, jika pelaksanaan pernikahan jam 8 penghulu dijemput sebelum shubuh, atau terkadang jam 5 sore untuk menghindari kondisi cuaca yang bisa berubah buruk sewaktu-waktu dan penghulu menginap di rumah catin. Terkait transportasi, biaya sewa perahu untuk perjalanan antar pulau bisa mencapai 350 hingga 500 ribu untuk perjalanan pergi-pulang. Masyarakat hanya memberi uang kerahiman paling banyak 300 ribu".

Selain untuk transport penghulu yang bertugas sendiri, biasanya uang kerahiman ini dipergunakan juga untuk menambal biaya operasional KUA yang selalu mengalami kekurangan setiap bulannya. Hal ini dikemukakan beberapa kepala KUA yang hadir dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan dalam rangka pengumpulan data penelitian ini. Jika melihat tupoksi KUA, maka biaya tersebut jauh dari memadai, belum lagi jika ada tugas-tugas di luar tupoksi yang anggarannya tidak tercantum dalam DIPA. Seperti dikemukakan oleh Kepala KUA Kecamatan Senen;

"Kegiatan yang dilaksanakan KUA bukan saja yang terkait tupoksi, melainkan juga kegiatan-kegiatan lain yang melibatkan masyarakat, dan kegiatan ini tidak ada biaya transport yang dialokasikan oleh negara. Kegiatan-kegiatan ini jarang tercover di dalam DIPA. Permasalahan lain yang dihadapi oleh KUA adalah kursus calon pengantin (suscatin). Biaya untuk mengundang pembicara atau nara sumber saat suscatin tidak ada dalam penganggaran di DIPA. Biaya ini diadakan oleh inisiatif KUA sendiri."

Selain karena kurangnya biaya, kendala yang dihadapi KUA untuk operasional adalah sulitnya mencairkan anggaran. Padahal satu-satunya sumber operasional KUA hanya dari biaya pencatatan administrasi perkawinan. Sulitnya mencairkan anggaran ini karena KUA, meski UPT kantor Kementerian Agama Urusan Agama Islam, tidak memiliki kewenangan untuk mengelola anggaran sendiri, karena bukan satker. Hal ini sesuai dengan PMA No. 71 tahun 2009 Pasal 4 ayat (1) yang menjelaskan bahwa biaya NR dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dimuat dalam RKA-KL/DIPA Kandepag. Kendala ini dikemukakan oleh Kepala KUA Kembangan Jakarta Barat;

"KUA mengalami kesulitan untuk mencairkan anggaran dana operasional hasil pencatatan pernikahan. Bahkan jika dana yang harus dicairkan itu di atas 100 juta rupiah, maka harus melalui mekanisme lelang dan wajib diumumkan. Yang bisa dicairkan langung hanya yang di bawah 100 juta, namun itu juga sulit dan harus memiliki rekanan kerja, dan minimal 4 rekanan kerja. Tidak ada kemudahan untuk mencairkan anggaran, padahal untuk operasional. Karenanya perlu dicari formula pencairan dana yang mudah bagi KUA, sesuai dengan kebutuhan KUA. Jika anggaran cair pun, tidak berbentuk cash atau tunai, melainkan dalam bentuk ATK."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun