Kamu benar-benar meninggalkanku, Jerry. Menjauh dariku. Aku sadar akan begini jadinya. Tapi, tetap saja hati ini tak sanggup menerimanya. Aku yang mulai menjauhimu. Tapi aku juga yang paling menderita. Aku sungguh menyesal. Menyesal tak bisa menyukaimu sejujur-jujurnya. Apakah ada orang yang lebih menderita dariku? Ada. Tentu saja ada. Tapi tak akan ada yang lebih menderita karena tak bisa mengungkapkan rasa sayangnya seperti yang kualami.
Tiba-tiba telepon berbunyi dan dia tersadar dari lamunan menyedihkannya. Jantungnya hampir copot saat terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.
"Julia! Kamu sedang apa? Ada telpon buat kamu?"
"Dari siapa, ma?" ujarnya sambil cepat-cepat mengusap air matanya. Hati kecilnya berharap telpon itu dari Jerry. Sudah lima hari dia tak menelpon.
"Dari Lini."
Rasa kecewa meresapi dirinya. Entah kenapa dia begini. Ingin menjauh dari Jerry tapi masih setengah hati. Apa memang begitu sulit melupakan seseorang yang disukai, terutama kalau dia begitu baik dan tak pernah menyakiti hatinya?
"Halo, Lin. Ada apa?"
"Tak apa-apa. Kamu sedang apa?"
"Baru selesai menyusun jadwal besok," ujar Julia berbohong.
"Jul, sebenarnya kamu kenapa?"
Julia tak segera menjawab. Dia tahu betul apa maksud pertanyaan Lini.