"Ah, sudahlah. Maaf kalau kata-kataku tadi kasar. Kalau kau tak menyukaiku, ya sudah. Mau bagaimana lagi. Aku tak akan menyalahkankanmu," ujar Jerry mencoba menghibur.
"Bukan! Aku tak bermaksud begitu, Jer. Aku tak pernah berpikir untuk mempermainkanmu. Selama ini, itu jujur dari hatiku. Aku juga menyukaimu sepenuh hatiku."
Jerry tertegun mendengar perkataan Julia barusan. Antara senang dan sedih. Jantungnya kini berdebar tak terkendali. Tapi mulutnya masih terkunci.
"Tapi ..., tapi aku takut kamu akan menjauhiku, Jer. Aku takut kamu membenciku."
"Aku menyukaimu tentu tak akan menjauhimu. Apalagi membencimu. Kamu bicara hal yang membuatku tak mengerti ...."
"Kamu belum mengenalku, Jer. Aku takut kamu akan kecewa bila tau."
"Aku memang belum betul-betul mengenalmu. Tapi aku tak keberatan melewatkan hari-hari selanjutnya untuk lebih memahamimu. Sekarang, apa yang membuat kamu gelisah? Kamu mau menceritakannya?"
"Aku bukan anak kandung papaku," ujar Julia dengan suara parau. Dia melirik sekilas untuk melihat reaksi Jerry. Julia sedikit terkejut karena tetap Jerry begitu tenang dan mendengarkannya penuh perhatian.
"Papaku yang sekarang adalah saudara kembar papaku, pamanku. Makanya kalau kamu melihat photo keluarga masa kecilku dan photo keluarga saat sekarang, Ayahku tampak tak berbeda."
Jerry memperhatikan Julia becerita sambil bercucuran air mata. Dia ingin sekali mengusap air mata itu dan mengingatkannya agar tabah.
Kedua orang tua Julia kenal sewaktu kuliah di Jakarta. Begitu juga mereka kenal dengan orang tua Jerry. Ayahnya orang Bandung, sementara Ibunya orang Jakarta. Orang tua Jerry juga berasal dari tempat berbeda. Ayahnya dari Medan dan Ibunya dari Pematang Siantar. Paman Julia, yang sekarang menjadi Ayahnya, juga satu tempat kuliah. Dia dan kakaknya ternyata menyukai wanita yang sama, yaitu Ibunya. Kemudian yang berhasil mendapatkan Ibunya adalah Ayahnya. Tapi Ayahnya juga tahu kalau adiknya menyukai orang sama dengannya.